BAB I
PENDAHULUAN
A.
Abstraksi
Terjadinya kegagalan pada model pembangunan
pada masa lalu, menyadarkan akan perlunya reorientasi baru dalam pembangunan,
yaitu pendekatan pembangunan yang memperhatikan lingkungan dan pembangunan yang
berwajah manusiawi. Pendekatan tersebut menempatkan manusia sebagai factor
kunci yang memainkan peran penting dalam segala segi. Proses pembangunan
hendaknya sebagai suatu proses yang populis, konsentrasi pembangunan lebih pada
ekonomi kerakyatan, dengan mengedepankan fasilitas pembangunan pada usaha
rakyat kecil.
Pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship)
di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh
dunia pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah. Banyak praktisi pendidikan
yang kurang memperhatikan aspek-aspek penumbuhan mental, sikap, dan prilaku
kewirausahaan peserta didik, baik di sekolah kejuruan maupun professional
sekalipun. Orientasi mereka, pada umumnya, hanya pada upaya-upaya menyiapkan
tenaga kerja yang siap pakai. Sementara itu, dalam masyarakat sendiri telah
berkembang lama kultur feodal (priyayi) yang diwariskan oleh penjajahan
Belanda. Sebagian besar anggota masyarakat memiliki persepsi dan harapan bahwa output
dari lembaga pendidikan dapat menjadi pekerja (karyawan, administrator atau
pegawai) oleh karena dalam pandangan mereka bahwa pekerja (terutama pegawai
negeri) adalah priyayi yang memiliki status sosial cukup tinggi dan disegani
oleh masyarakat. Disamping itu Kewirausahaan bukan hanya sifat yang dibawa
sejak lahir sehingga bukan hal yang penting untuk dipelajari. Akan tetapi,
kewirausahaan juga merupakan disiplin ilmu yang perlu dipelajari. Kemampuan
seseorang dalam kewirausahaan dapat dimatangkan melalui proses pendidikan.
Madrasah sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang lahir dari umat
menjadikannya sebagai lembaga yang tahu betul kondisi yang ada disekitarnya.
Dengan begitu akan mudah bagi madrasah untuk memberikan pendidikan
entrepreneurship secara nyata kepada peserta didiknya dengan terjun langsung
kepada masayarakt disekitarnya.
B.
Latar Belakang
Islam sebagai agama Allah yang sempurna
memberikan petunjuk kepada manusia tentang bidang usaha yang halal, cara
berusaha, dan bagaimana manusia harus mengatur hubungan kerja dengan sesama
mereka supaya memberikan manfaat yang baik bagi kepentingan bersama dan dapat
menciptakan kesejahteraan serta kemakmuran hidup bagi segenap manusia. Islam
tidak hanya menyuruh manusia bekerja bagi kepentingan dirinya sendiri secara
halal, tetapi juga memerintahkan manusia menjalin hubungan kerja dengan orang
lain bagi kepentingan dan keuntungan kehidupan manusia di jagat raya ini. Oleh
karena itu, dalam bidang usaha dan wiraswasta Islam benar-benar memberikan
petunjuk-petunjuk yang jelas untuk dapat dijadikan pedoman melakukan usaha dan
wiraswasta yang baik.
C.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan
Islam dan tujuannya ?
2.
Apa enterprenureship itu ?
3.
Bagaimana konsep Islam tentang
Kewirausahaan ?
4.
Apa hubungan antara
enterprenureship dan small business ?
5.
Apa saja integritas pendidikan
enterprenureship dalam Islam ?
6.
Apa saja kegiatan kewirausahaan
menurut pandangan Islam ?
7.
Apa saja prilaku terpuji dalam berwirausaha ?
D.
Tujuan
1.
Mengetahui maksud dari pendidikan
Islam dan tujuannya.
2.
Mengetahui definisi dari
enterpreureship.
3.
Mengetahui konsep Islam tentang
Kewirausahaan.
4.
Mengetahui hubungan antara
enterprenureship dan small business.
5.
Mengetahui integritas pendidikan
enterprenureship dalam Islam.
6.
Mengetahui kegiatan kewirausahaan
menurut pandangan Islam.
7.
Mengetahui prilaku terpuji dalam
berwirausaha.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan Islam dan Tujuannya
Pengertian tentang pendidikan, bila dikaitkan
dengan Islam, maka menjadi “Pendidikan Islam”. Nama baru ini tentunya memiliki
pengertian tersendiri dari pengertian-pengertian yang lain, walau dalam
kenyataanya masih dapat ditarik benang merah diantara beberapa pengertian
tersebut. Beberpa pengertian tentang pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
M. Yusuf Al-Qardhawi memberikan pengertian
bahwa: “pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya;
rohani dan jasmaninya; akhlak dan ketrampilanya. Karena itu, pendidikan Islam
menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun perang dan
menyiapkanya untuk masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatanya, manis dan
pahitnya”.[1]
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam
sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan,
memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat”.[2]
Menurut Syah Muhammad A. Naquib Al-Attas,
pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk
pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam
tatanan penciptaan. Sehingga, membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan
tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.[3]
Sedangkan menurut M. Arifin, pendidikan Islam
adalah system pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupanya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam
telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadianya.
Dari pengertian-pengertian diatas, dapatlah
kita mengambil benang merah pengertian pendidikan Islam. Pendidikan Islam
adalah pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada
anak didik untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik. Dalam prakteknya,
pendidikan Islam bukan hanya pemindahan pengetahuan kepada anak didik, namun
perlu diintegrasikan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, sehingga
dapatlah seseorang yang telah mendapatkan pendidikan Islam memiliki kepribadian
muslim yang mengimplementasikan syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari,
serta hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kurukunan anatara umat
beragama hingga terwujud kasatuan dan persatuan bangsa.[4]
Saat ini, banyak institusi pendidikan telah
berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis.
Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja
untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri,
perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap
sebagai sebuah investasi. “Gelar” dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera
dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai
keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik
yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan
menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab.
Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan
ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang
sekular. Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak
berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan.
Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya
dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan
nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada
kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya
moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi
pendidikan yang pragmatis.
Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang
lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular
yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang
pragmatis.
Tujuan utama pendidikan dalam Islam adalah
mencari ridha Allah swt. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir
individu-indidivu yang baik, bermoral, berkualitas, sehingga bermanfaat kepada
dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya dan ummat manusia secara
keseluruhan. Disebabkan manusia merupakan fokus utama pendidikan, maka
seyogianyalah institusi-institusi pendidikan memfokuskan kepada substansi
kemanusiaan, membuat sistem yang mendukung kepada terbentuknya manusia yang
baik, yang menjadi tujuan utama dalam pendidikan. Dalam pandangan Islam,
manusia bukan saja terdiri dari komponen fisik dan materi, namun terdiri juga
dari spiritual dan jiwa. Oleh sebab itu, sebuah institusi pendidikan bukan saja
memproduksi anak didik yang akan memiliki kemakmuran materi, namun juga yang
lebih penting adalah melahirkan individu-individu yang memiliki diri yang baik
sehingga mereka akan menjadi manusia yang serta bermanfaat bagi ummat dan
mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Institusi pendidikan
perlu mengarahkan anak didik supaya mendisiplinkan akal dan jiwanya, memiliki
akal yang pintar dan sifat-sifat dan jiwa yang baik, melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, memiliki pengetahuan yang luas, yang
akan menjaganya dari kesalahan-kesalahan, serta memiliki hikmah dan
keadilan.
Oleh sebab itu juga, ilmu pengetahuan yang
diajarkan dalam institusi pendidikan seyogianya dibangun di atas Wahyu yang
membimbing kehidupan manusia. Kurikulum yang ada perlu mencerminkan memiliki
integritas ilmu dan amal, fikr dan zikr, akal dan hati. Pandangan hidup Islam
perlu menjadi paradigma anak didik dalam memandang kehidupan.
Dalam Islam, Realitas dan Kebenaran
bukanlah semata-mata fikiran tentang alam fisik dan keterlibatan manusia
dalam sejarah, sosial, politik dan budaya sebagaimana yang ada dalam konsep
Barat sekular mengenai dunia, yang dibatasi kepada dunia yang dapat dilihat.
Realitas dan kebenaran didasarkan kepada dunia yang nampak dan tidak nampak;
mencakup dunia dan akhirat, yang aspek dunia harus dikaitkan dengan aspek
akhirat, dan aspek akhirat memiliki signifikansi yang terakhir dan final. (Syed
Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam).
Jadi, institusi pendidikan Islam perlu
mengisoliir pandangan hidup sekular-liberal yang tersurat dan tersirat dalam
setiap disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini, dan sekaligus memasukkan
unsur-unsur Islam setiap bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant. Dengan
perubahan-perubahan kurikulum, lingkungan belajar yang agamis, kemantapan visi,
misi dan tujuan pendidikan dalam Islam, maka institusi-institusi pendidikan
Islam akan membebaskan manusia dari kehidupan sekular menuju kehidupan yang
berlandaskan kepada ajaran Islam. Institusi–institusi pendidikan
sepatutnya melahirkan individu-individu yang baik, memiliki budi pekerti,
nilai-nilai luhur dan mulia, yang dengan ikhlas menyadari tanggung-jawabnya
terhadap Tuhannya, serta memahami dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya
kepada dirinya dan yang lain dalam masyarakatnya, dan berupaya terus-menerus
untuk mengembangkan setiap aspek dari dirinya menuju kemajuan sebagai manusia
yang beradab.
B.
Pengertian
Entrepreneurship
Wirausaha yang berasal dari kata wira yang
berarti mulia, luhur, unggul, gagah berani, utama, teladan, dan pemuka; dan usaha
yang berarti kegiatan dengan mengerahkan segenap tenaga dan pikiran,
pekerjaan, daya upaya, ikhtiar, dan kerajinan bekerja. Oleh LY Wiranaga
wirausahawan diasumsikan sebagai sosok manusia utama, manusia unggul, dan
manusia mulia karena hidupnya begitu berarti bagi dirinya maupun orang lain.[5]
Richard Cantillon adalah orang pertama yang
menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18. Ia mengatakan bahwa
wirausaha adalah seseorang yang menanggung resiko. Lain lagi pandangan Jose
Carlos Jarillo-Mossi yang menyatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang
merasakan adanya peluang, mengejar peluang yang sesuai dengan situasi dirinya,
dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai. Artinya,
kewirausahaan adalah untuk setiap orang dan setiap orang berpotensi untuk
menjadi wirausaha[6]
Menurut Drucker (1996) wirausaha senantiasa
mencari perubahan, menaggapi, dan memanfaatkannya sebagai peluang. Di sini entrepreneur
dipahami sebagai pribadi yang mencintai perubahan karena dalam perubahan
tersebut peluang selalu ada. Kewirausahaan adalah suatu gejala perilaku yang
bersumber dari konsep atau teori, bukan kepribadian yang bersumber dari
intuisi. Menurut Geoffrey G. Mendith, kewirausahaan merupakan gambaran dari
orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis;
mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil keuntungan dari
padanya, serta mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan.[7]
Kewirausahaan senantiasa terkait dengan masa
lalu, masa kini, dan masa depan yang juga bertalian dengan imajinasi manusia.
Di masa-masa itulah, manusia menghadapi hambatan, kesulitan, dan kesenangan
secara bercampur baur menjadi satu. Menurut Poppi King bahwa ketiga tersebut
itu selalu dihadapi oleh seorang wirausaha dalam bidang apapun, maka bukankah
itu berarti bahwa kewirausahaan adalah milik semua orang.[8]
Ada beberapakata kunci bagi upaya menjadi
wirausahawan, antara lain sebagai berikut.
- Memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi pada masa depan.
- Memiliki fleksibilitas tinggi (kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usaha).
- Mengantisipasi berbagai kemungkinan dengan mengubah aturan main.
- Kemampuan melanjutkan perubahan dari aturan atau bentuk yang telah ada sebelumnya.[9]
C.
Konsep Islam Tentang
Kewirausahaan
Islam memang tidak memberikan penjelasan
secara eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship)
ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh
atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda.
Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi),
dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadis
yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian
ini, seperti; “Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan
cucuran keringatnya sendiri, ‘amalurrajuli biyadihi”; “Tangan di atas
lebih baik dari tangan di bawah”; “al yad al ‘ulya khairun min al yad al
sulfa”[10]
(dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja
keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang
lain), atuzzakah;[11]
“Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan manusia untuk bekerja keras
agar kaya dan dapat menjalankan kewajiban membayar zakat)”. Dalam sebuah ayat
Allah mengatakan, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang yang beriman
akan melihat pekerjaan kamu”.[12]
Oleh karena itu, apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah. Bahkan sabda Nabi, “Sesungguhnya
bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah fardlu”.
Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup
mandiri.
Bekerja keras merupakan esensi dari
kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin, adalah suatu langkah
nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui
proses yang penuh dengan tantangan (reziko). Dengan kata lain, orang
yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang besar. Kata
rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko.
Dalam sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan
sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepre mancanegara
yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh
karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship
inheren dengan jiwa umat Islam itu sendiri. Bukanlah Islam adalah agama
kaum pedagang, disebarkan ke seluruh dunia setidaknya sampai abad ke -13 M,
oleh para pedagang muslim.[13]
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan,
Nabi dan sebagian besar sahabat telah meubah pandangan dunia bahwa kemuliaan
seseorang bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang
tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan.[14]
Oleh karena itu, Nabi juga bersabda “Innallaha
yuhibbul muhtarif” (sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang bekerja
untuk mendapatkan penghasilan). Umar Ibnu Khattab mengatakan sebaliknya bahwa,
“Aku benci salah seorang di antara kalian yang tidak mau bekerja yang
menyangkut urusan dunia.
Keberadaan Islam di Indonesia juga disebarkan
oleh para pedagang. Di samping menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga
mewariskan keahlian berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah
Pantura, misalnya, sebagian besar masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang
kuat, kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu istilah yang sangat
akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang (ngaji
dan dagang).
Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh Islam
terkenal yang juga sebagai pengusaha tangguh, Abdul Ghani Aziz, Agus Dasaad,
Djohan Soetan, Perpatih, Jhohan Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji Syamsuddin,
Niti Semito, dan Rahman Tamin.
Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat
menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah
tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua sisi dari satu
keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi, “Hendaklah kamu
berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki”
Jika ditinjau dari asal katanya,
Entrepreneurship merupakan istilah bahasa perancis yang memiliki arti ‘between
taker’ atau ‘go-between’. Contoh yang sering digunakan untuk menggambarkan
pengertian ‘gobetween’ atau ‘perantara’ ini adalah pada saat Marcopolo yang
mencoba merintis jalur pelayaran dagang ke timur jauh. Untuk melakukan
perjalanan dagang tersebut, Marcopolo tidak menjual barangnya sendiri. Dia
hanya membawa barang seorang pengusaha melalui penandatanganan kontrak Dia
setuju menandatangani kontrak untuk menjual barang dari pengusaha tersebut.
Dalam kontrak ini dinyatakan bahwa si pengusaha memberi pinjaman dagang kepada
Marcopolo. Dari penjualan barang tersebut, Marcopolo mendapat bagian 25%,
termasuk asuransi. Sedangkan pengusaha memperoleh keuntungan lebih dari 75%.
Segala macam resiko dari perdagangan tersebut ditanggung oleh pedagang, dalam
hal ini Marcopolo. Jadi, pada masa itu wiraswasta digambarkan sebagai usaha, dalam
hal contoh ini perdagangan, yang menggunakan modal orang lain, dan memperoleh
bagian ( yang lebih kecil daripada pemilik modal ) dari usaha tersebut. Di
sini, segala resiko usaha tersebut menjadi tanggunganwiraswastawan. Pemilik
modal tidak menanggung resiko apa pun.
Jika kita ikuti perkembangan makna pengertian
entrepreneur, memang mengalami
perubahan-perubahan. Namun, sampai saat ini, pendapat Joseph Schumpeter pada
tahun 1912 masih diikuti banyak kalangan, karena lebih luas. Menurut
Schumpeter, seorang entrepreneur tidak selalu seorang pedagang ( businessman )
atau seorang manager; ia adalah orang yang unik yang berpembawaan pengambil
resiko dan yang memperkenalkan produk-produk inovative dan tehnologi baru ke
dalam perekonomian.
Namun secara pribadi, entrepreneur menurut
saya adalah seorang yang memiliki dorongan untuk menciptakan sesuatu yang lain
dengan menggunakan waktu dan kegiatan, disertai modal dan resiko, serta
menerima balas jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi atas usahanya tersebut.
Namun perlu diingat bahwa pengertian dari entrepreneurship memang terlihat
lebih mudah dari pada jika anda melaksanakannya langsung.
D.
Entrepreneurship
dan Small Business (UKM)
Setiap tahunnya Indonesia melahirkan lebih
dari 700.000 sarjana yang menganggur. Belasan juta penduduk Indonesia adalah
pengangguran terbuka.Sementara itu jumlah wirausahawan hanya 0.18% dari total
penduduk Indonesia, masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Cina yang
memiliki angka 2% atau bahkan Singapura dengan rasio 6-7% adalah wirausahawan.
Kurangnya jumlah perusahaan formal adalah salah satu titik lemah ekonomi
Indonesia.Untuk itu kemandirian adalah kata kunci untuk kemajuan bangsa.
Banyaknya perusahaan yang tumbuh diawali model UKM (usaha kecil menengah) atau
small medium enterprise yang dimotori oleh semangat kewirausahaan (entrepreneur
spirit) yang tangguh sebagai penggerak aktivitas perekonomian dapat menciptakan
lapangan kerja. Keberlanjutan pertumbuhan jumlah perusahaan memerlukan jumlah
pengusaha yang juga terus tumbuh.Risiko roda perekonomian yang hanya
mengandalkan sejumlah kecil pengusaha tampak jelas pada krisis Asia Timur tahun
1997-1998. Pada saat krisis itu, ekonomi rakyat diselamatkan oleh usaha mikro
kecil dan menengah yang bertahan. Berdasarkan hal diatas dapatlah kita lihat
hubungan yang sangat erat antara entrepreneurship dan UKM/small bissiness,
karena tanpa adanya entrepreneurship maka tidak akan ada UKM. Kewirausahaan (entrepreneurship)
berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi bangsa. Singapura misalnya, menjadi
negara yang maju karena prinsip-prinsip entrepreneurship. Menyadari akan
minimya sumber daya alam, pemerintah bersama dunia usaha sangat bergantung pada
kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam menghasilkan produk dan jasa yang
berkualitas.
Untuk itu pemerintah mesti mendorong lulusan
perguruan tinggi menjadi wirausahawan yang kreatif menjadi UKM yang tangguh.
Hasilnya adalah perusahaan IT kelas dunia yang awalnya dirintis oleh
wirausahawan muda. Seperti dilakukan Amerika Serikat, Taiwan, Korea yang peka
terhadap pembentukan entrepreneurs. Era otonomi merupakan masa yang tepat
menumbuhkan entrepreneurs di daerah-daerah
Pemerintah daerah berkewajiban mendorong lulusan perguruan tinggi agar
menjadi wirausahawan kreatif yang mengolah kekayaan sumber-sumber alam
pertanian, perkebunan, dan perikanan yang berorientasi kepada nilai tambah
sehingga mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi.[15]
Semangat, perilaku dan kemampuan wirausaha
tentunya bervariasi satu sama lain dan atas dasar itu wirausaha dikelompokkan
menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh, Wirausaha
unggul. Dan ini diintergrasikan dengan agama islam. Keberhasilan seorang entrepreneur
dalam Islam bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada
integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan
kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak dalam
praktek– praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan, baik peraturan
agama maupun peraturan teknis negara tentang usaha.
Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok (1)
peluang dan, (2) kemampuan menanggapi peluang, Berdasarkan hal tersebut maka
definisi kewirausahaan adalah “tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap
dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang
melembaga, produktif dan inovatif.” Semangat, perilaku dan kemampuan wirausaha
tentunya bervariasi satu sama lain dan atas dasar itu wirausaha dikelompokkan
menjadi tiga tingkatan yaitu: Wirausaha andal, Wirausaha tangguh, Wirausaha
unggul.
Adapun ciri dari ketiga kriteria tersebut
adalah sebagai berikut:
- Berpikir dan bertindak strategik, adaptif terhadap perubahan dalam berusaha mencari peluang keuntungan termasuk yang mengandung resiko agak besar dan dalam mengatasi masalah.
- Selalu berusaha untuk mendapat keuntungan melalui berbagai keunggulan dalam memuaskan langganan.
- Berusaha mengenal dan mengendalikan kekuatan dan kelemahan perusahaan (dan pengusahanya) serta meningkatkan kemampuan dengan sistem pengendalian intern.
- Selalu berusaha meningkatkan kemampuan dan ketangguhan perusahaan terutama dengan pembinaan motivasi dan semangat kerja serta pemupukan permodalan.
- Berani mengambil resiko serta mampu memperhitungkan dan berusaha menghindarinya.
- Selalu berupaya mencapai dan menghasilkan karya bakti yang lebih baik untuk langganan, pemilik, pemasok, tenaga kerja, masyarakat, bangsa dan negara.
- Antisipasif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungan.
- Kreatif mencari dan menciptakan peluang pasar dan meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
- Selalu berusaha meningkatkan keunggulan dan citra perusahaan melalui inovasi di berbagai bidang.
Sementara itu menurut G. Meredith, et.al mengemukakan bahwa: Para
wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan yang ada; mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna
mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna
memastikan sukses.[16]
E.
Integritas
Pendidikan Entrepreneurship Dalam Islam
Keberhasilan
seorang entrepreneur dalam Islam bersifat independen. Artinya
keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal
ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi
tidak terjebak dalam praktek–praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan,
baik peraturan agama maupun peraturan teknis negara tentang usaha. Integritas entrepreneur
muslim tersebut terlihat dalam sifat – sifatnya, antara lain:
- Taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur.
Seorang entrepreneur muslim
memiliki keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran agamanya sebagai jalan
keselamatan, dan bahwa dengan agamanya ia akan menjadi unggul. Keyakinan ini
membuatnya melakukan usaha dan kerja sebagai dzikir dan bertawakal serta
bersyukur pasca usahanya.
- Motivasinya bersifat vertical dan horizontal
Secara horizontal terlihat pada
dorongannya untuk mengembangkan potensi dirinya dan keinginannya untuk selalu
mencari manfaat sebesar mungkin bagi orang lain. Sementara secara vertical
dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Motivasi di sini berfungsi
sebagai pendorong, penentu arah dan penetapan skala prioritas.
- Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim, menjalankan
usaha merupakan aktifitas ibadah sehingga ia harus dimulai dengan niat yang
suci (lillahi ta’ala), cara yang benar, dan tujuan serta pemanfaatan
hasil secara benar. Sebab dengan itulah ia memperoleh garansi keberhasilan dari
Tuhan.
- Azam “Bangun Lebih Pagi”
Rasulullah mengajarkan kepada kita
agar mulai bekerja sejak pagi hari. Setelah sholat Subuh, kalau tidak terpaksa,
sebaiknya jangan tidur lagi. Bergeraklah untuk mencari rezeki dari Rab-mu. Para
malaikat akan turun dan membagi rezeki sejak terbit fajar sampai terbenam
matahari.
- Selalu berusaha Meningkatkan llmu dan Ketrampilan
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan,
dua pilar bagi pelaksanaan suatu usaha. Oleh karenanya, memenej usaha
berdasarkan ilmu dan ketrampilan di atas landasan iman dan ketaqwaan merupakan
salah satu kunci keberhasilan seorang entrepreneur.
- Jujur
Kejujuran merupakan salah satu kata
kunci dalam kesuksesan seorang entrepreneur. Sebab suatu usaha tidak
akan bisa berkembang sendiri tanpa ada kaitan dengan orang lain. Sementara
kesuksesan dan kelanggengan hubungan dengan orang lain atau pihak lain, sangat
ditentukan oleh kejujuran keduabelah pihak.
- Suka Menyambung Tali Silaturahmi
Seorang entrepreneur haruslah
sering melakukan silaturahmi dengan mitra bisnis dan bahkan juga dengan
konsumennya. Hal ini harus merupakan bagian dari integritas seorang entrepreneur
muslim. Sebab dalam perfektif Islam, silaturahmi selain meningkatkan ikatan
persaudaraan juga akan membuka peluang – peluang bisnis baru.
- Menunaikan Zakat, Infaq dan Sadaqah ( ZIS )
Menunaikan zakat, infaq dan sadaqah
harus menjadi budaya entrepreneur muslim. Menurut Islam sudah jelas,
harta yang digunakan untuk membayar ZIS, tidak akan hilang, bahkan menjadi
tabungan kita yang akan dilpatgandakan oleh Allah, di dunia dan di akhirat
kelak.
- Puasa, Sholat Sunat dan Sholat Malam
Hubungan antara bisnis dan keluarga
ibarat dua sisi mata uang sehingga satu sama lain tidak bisa dipisahkan.
Sebagai seorang entrepreneur, disamping menjadi pemimpin di
perusahaannnya dia juga menjadi pemimpin di rumah tangganya. Membiasakan
keluarga, istri, anak, untuk melaksanakan puasa-puasa atau sholat-sholat sunat
dan sholat malam harus dilakukan seorang entrepreneur muslim, karena
dapat memberikan bekal rohani untuk menjalankan usahanya.
- Mengasuh Anak Yatim
Sebagai entrepreneur,
mengasuh anak yatim merupakan kewajiban. Mengasuh atau memelihara dalam arti
memberikan kasih sayang dan nafkah (makan, sandang, papan dan biaya
pendidikan). Lebih baik lagi bila juga kita berikan bekal
(ilmu/agama/ketrampilan) sehingga mereka akan mampu mandiri menjalani kehidupan
di kemudian hari.[17]
Sebagai
konsekuensi pentingnya kegiatan entrepreneurship, Islam menekankan
pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya entrepreneurship dalam
kehidupan setiap muslim. Budaya entrepreneurship muslim itu bersifat
manusiawi dan religius, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak
menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya. Dengan demikian
pendidikan entrepreneur muslim akan memiliki sifat – sifat dasar yang
mendorongnya untuk menjadi pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan
usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja.
Jiwa entrepreneur
seseorang bukanlah merupakan faktor keturunan, namun dapat dipelajari
secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapapun juga. Pendidikan entrepreneurship
dapat dilakukan apabila pendidik sudah memiliki jiwa entrepreneur yang
tinggi. Yang penting dan yang utama dari pendidikan entrepreneurship adalah
semangat untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman. “Gagal itu biasa,
berusaha terus itu yang luar biasa”, mungkin seperti itulah gambaran yang harus
dikembangkan oleh manusia-manusia Indonesia agar tetap eksis dalam pertarungan
bisnis yang semakin transparan dan terbuka.
F.
Kegiatan
Kewirausahaan Menurut Pandangan Islam
Islam memang
tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang
kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun di antara keduanya mempunyai
kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun
bahasa teknis yang digunakan berbeda.
Dalam sebuah
ayat Allah mengatakan, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan kamu”(Q.S. at-Taubah : 105). Oleh karena
itu, apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia (rizki) Allah. (Q.S. al-Jumu’ah : 10) Bahkan sabda Nabi,
“Sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban setelah
ibadah fardlu” (HR.Tabrani dan Baihaqi). Nash ini jelas
memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri.
Bekerja keras
merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin,
adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki),
tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (reziko). Dengan
kata lain, orang yang berani melewati resiko
akan memperoleh peluang rizki yang besar. Kata rizki memiliki makna bersayap,
rezeki sekaligus reziko.[18]
Dari aktivitas
perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar sahabat telah meubah
pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawanan
darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan
pada pekerjaan.
Keberadaan
Islam di Indonesia juga disebarkan oleh para pedagang. Di samping
menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian
berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah Pantura, misalnya,
sebagian besar masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang kuat, kegiatan
mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu istilah yang sangat akrab dan menyatu
sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang (ngaji dan dagang).[19]
Adapun Motif kegiatan
Berwirausaha Dalam Bidang Perdagangan menurut ajaran agama Islam, yaitu:
- Berdagang buat Cari Untung?
Pekerjaan berdagang adalah sebagian
dari pekerjaan bisnis yang sebagian besar bertujuan untuk mencari laba sehingga
seringkali untuk mencapainya dilakukan hal-hal yang tidak baik. Padahal ini
sangat dilarang dalam agama Islam. Seperti diungkapkan dalam hadis : “ Allah
mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli, dan waktu
menagih piutang.” Pekerjaan berdagang masih dianggap sebagai suatu
pekerjaan yang rendahan karena biasanya berdagang dilakukan dengan penuh trik,
penipuan, ketidakjujuran, dll.
- Berdagang adalah Hobi
Konsep berdagang adalah hobi banyak
dianut oleh para pedagang dari Cina. Mereka menekuni kegiatan berdagang ini
dengan sebaik-baiknya dengan melakukan berbagai macam terobosan.Yaitu dengan open
display (melakukan pajangan di halaman terbuka untuk menarik minat orang),
window display (melakukan pajangan di depan toko), interior display
(pajangan yang disusun didalam toko), dan close display (pajangan khusus
barang-barang berharga agar tidak dicuri oleh orang yang jahat).
- Berdagang Adalah Ibadah
Bagi umat Islam berdagang lebih
kepada bentuk Ibadah kepada Allah swt. Karena apapun yang kita lakukan harus
memiliki niat untuk beribadah agar mendapat berkah. Berdagang dengan niat ini
akan mempermudah jalan kita mendapatkan rezeki. Para pedagang dapat mengambil
barang dari tempat grosir dan menjual ditempatnya. Dengan demikian masyarakat
yang ada disekitarnya tidak perlu jauh untuk membeli barang yang sama. Sehingga
nantinya akan terbentuk patronage buying motive yaitu suatu motif
berbelanja ketoko tertentu saja.
Berwirausaha memberi peluang kepada
orang lain untuk berbuat baik dengan cara memberikan pelayanan yang cepat,
membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja, memberi potongan, dll. Perbuatan
baik akan selalu menenangkan pikiran yang kemudian akan turut membantu
kesehatan jasmani. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam buku The Healing
Brain yang menyatakan bahwa fungsi utama otak bukanlah untuk berfikir, tetapi
untuk mengembaliakn kesehatan tubuh. Vitalitas otak dalam menjaga kesehatan
banyak dipengaruhi oleh frekwensi perbuatan baik. Dan aspek kerja otak yang
paling utama adalah bergaul, bermuamalah, bekerja sama, tolong menolong, dan
kegiatan komunikasi dengan orang lain.
- Perintah Kerja Keras
Kemauan yang keras dapat menggerakkan
motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang akan berhasil apabila mau
bekerja keras, tahan menderita, dan mampu berjuang untuk memperbaiki nasibnya.
Menurut Murphy dan Peck, untuk mencapai sukses dalam karir seseorang, maka
harus dimulai dengan kerja keras. Kemudian diikuti dengan mencapai tujuan
dengan orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri, membuat keputusan,
pendidikan, dorongan ambisi, dan pintar berkomunikasi. Allah memerintahkan kita
untuk tawakkal dan bekerja keras untuk dapat mengubah nasib. Jadi intinya
adalah inisiatif, motivasi, kreatif yang akan menumbuhkan kreativitas untuk
perbaikan hidup. Selain itu kita juga dianjurkan untuk tetap berdoa dan memohon
perlindungan kepada Allah swt sesibuk apapun kita berusaha karena Dialah yang
menentukan akhir dari setiap usaha.
- Perdagangan/ Berwirausaha Pekerjaan Mulia Dalam Islam
Pekerjaan berdagang ini mendapat
tempat terhormat dalam ajaran Islam, seperti disabdakan Rasul :
“ Mata pencarian apakah yang paling baik,
Ya Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya
sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzar).Dalam
QS.Al-Baqarah:275 dijelaskan bahwa Allah swt telah menghalalkan kegiatan jual
beli dan mengharamkan riba. Kegiatan riba ini sangat merugikan karena membuat
kegiatan perdagangan tidak berkembang. Hal ini disebabkan karena uang dan modal
hanya berputar pada satu pihak saja yang akhirnya dapat mengeksploitasi
masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.[20]
G.
Perilaku
Terpuji dalam Perdagangan/ Berwirausaha
Menurut Imam
Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji dalam perdagangan, yaitu :
1.
Tidak mengambil laba lebih banyak.
Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang
miskin. Memurahkan harga dan memberi potongan kepada pembeli yang miskin
sehingga akan melipatgandakan pahala. Bila membayar hutang, maka bayarlah lebih
cepat dari waktu yang telah ditetapkan. Membatalkan jual beli bila pihak
pembeli menginginkannya. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara
cicilan, maka jangan ditagih apabila orang tersebut tidak mampu membayarnya dan
membebaskan ia dari hutang apabila meninggal dunia.
2.
Manajemen Utang Piutang
Hutang ini sudah melekat pada
kehidupan masyarakat kita. Dosa hutang tidak akan hilang apabila tidak
dibayarkan. Bahkan orang yang mati syahidpun dosa utangnya tidak berampun. Jadi
jika seseorang meninggal, maka ahli warisnya wajib melunasi hutang tersebut.
Tapi jika orang tersebut telah berusaha membayarnya, tetapi memang betul-betul
tidak mampu, dan ia kemudian meninggal dunia, maka Rasul saw menjadi
penjaminnya. Seperti dalam hadis berikut :
“ Barang siapa dari umatku yang punya hutang,
kemudian ia berusaha keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum
lunas hutangnya, maka aku sebagai walinya.” (HR. Ahmad).
3.
Demonstration Effect Menyebabkan
Faktor Modal Menjadi Beku
Demonstration Effect atau pamer
kekayaan akan dapat mengundang kecemburuan social, orang lain menjadi iri,
mengundang pencuri/perampok, membuat modal masyarakat menjadi beku dan membuat
masyarakat tidak produktif. Nabi saw menganjurkan agar kita menggunakan uang
untuk kepentingan yang di ridhoi Allah, terutama untuk tujuan pengembangan
produktivitas yang digunakan untuk kepentingan umat. Dalam sebuah hadist
disebutkan :
“ Barang siapa mengurus anak yatim yang
mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta ini untuknya, jangan
biarkan harta itu habis termakan sedekah (zakat).” (HR. At-Tarmidzi dan
Ad-Daruquthni).
Dalam hadist tersebut dapat
disimpulkan bahwa apabila kita memiliki modal, maka janganlah disimpan begitu
saja, tetapi harus digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan.
4.
Membina Tenaga Kerja Bawahan
Hubungan antara pengusaha dan
pekerja harus dilandasi oleh rasa kasih sayang, saling membutuhkan, dan tolong
menolong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan dalam bidang pekerjaan. Pengusaha
menyadiakan lapangan kerja dan pekerja menerima rezeki berupa upah dari
pengusaha. Pekerja menyediakan tenaga dan kemampuannya untuk membantu pengusaha
untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan. Majikan mempunyai hak untuk
memerintah bawahan dan mendapat keuntungan. Majikan juga mnemiliki
kewajiban yaitu membayar upah karyawan sesegera mungkin dan melindungi
karyawannya. Seperi dalam hadist berikut :“ Berikanlah kepada karyawanmu
upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah) Sebagai majikan kita
juga harus menyayangi dan memperlakukan bawahan dengan baik karena itu
bertentangan dengan ajaran islam.[21]
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan oleh seorang dewasa
kepada anak didik untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik. Dalam
prakteknya, pendidikan Islam bukan hanya pemindahan pengetahuan kepada anak
didik, namun perlu diintegrasikan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib,
sehingga dapatlah seseorang yang telah mendapatkan pendidikan Islam memiliki
kepribadian muslim yang mengimplementasikan syari’at Islam dalam kehidupan
sehari-hari, serta hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Wirausaha yang
berasal dari kata wira yang berarti mulia, luhur, unggul, gagah berani,
utama, teladan, dan pemuka; dan usaha yang berarti kegiatan dengan
mengerahkan segenap tenaga dan pikiran, pekerjaan, daya upaya, ikhtiar, dan
kerajinan bekerja yang senantiasa mencari perubahan, menaggapi, dan
memanfaatkannya sebagai peluang.
Bekerja keras
merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin,
adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki),
tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (reziko). Dengan
kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang
besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko, dari sini
setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh umat
Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua
sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi,
“Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki.
Keberhasilan
seorang entrepreneur dalam Islam bersifat independen. Artinya
keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal
ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi
tidak terjebak dalam praktek– praktek negatif dan bertentangan dengan
peraturan, baik peraturan agama maupun peraturan teknis negara tentang usaha.
Dari situlah hubungan yang sangat erat antara entrepreneurship dan UKM/small
bissiness, karena tanpa adanya entrepreneurship maka tidak akan ada UKM.
Kewirausahaan (entrepreneurship) berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi bangsa
Adapun
integritas muslim terlihat dalam sifat-sifat d bawah ini :
- Taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur Motivasinya bersifat vertical dan horizontal
- Niat Suci dan Ibadah
- Azam “Bangun Lebih Pagi”
- Selalu berusaha Meningkatkan llmu dan Ketrampilan
- Jujur
- Suka Menyambung Tali Silaturahmi
- Menunaikan Zakat, Infaq dan Sadaqah ( ZIS )
- Puasa, Sholat Sunat dan Sholat Malam
- Mengasuh Anak Yatim
Selanjutnya Kegiatan berdagang
menurut ajaran agama islam yaitu : berdagang d samping mencari untung juga
mencari ridho Allah dengan cara bersedekah, melakukan dagang dengan cara atau
teknik yang baik, berdagang dengan berniatan mencari rizki,berdagang dengan
bekerja keras dan tawakal,
Mengenai
prilaku terpuji dalam berdagang, antara lain :
1.
Tidak mengambil laba lebih banyak
Manajemen Utang Piutang
- Manajemen Utang Piutang
3.
Demonstration Effect Menyebabkan
Faktor Modal Menjadi Beku
4.
Membina Tenaga Kerja Bawahan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Ma’ruf, Wirausaha
Berbasis Syari’ah, Banjarmasin: Penerbit Antasari Press, 2011
Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H.
A. Fuad Hasan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998)
h.16
E. Mulyasa, Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2005
Facthurochman , Nanang, Pendidikan
Madrasah Berbasis Entrepreneurship, Jakarta : Lendean Hati Pustaka, 2012)
144 halaman
Hasan Langgulung, Beberapa
pemikiran tentang pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980) h.94
http://wirausahanet.tripod.com/.
http:/www.ekafood.com./
http:/www.gata.com./atikel.php?id=98720
Panji Anorga dan Joko Sudantoko, Koperasi:
Kewirausahaan dan Penguasaha Kecil (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hal.
137.
Paulus Winarto, First Step
to be an Entrepreneur. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003.
Rambat Lupiyoadi. Entrepreneur:
From Mindset to Strategy. Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.2004 (RL)
Sya’roni, Mahmud, Cermin Kehidupan
Rasul, Semarang: Aneka Ilmu, 2006
Thomas W. Zimmerer & Norman M.
Scarborough. Essentials of Entrepreneurship & Small Business Management 4th
ed (2004). Pearson. 2004 (ZS)
Wijatno, Serian, Pengantar
Enterpreneurship, Jakarta: PT. Grasindo, 2009
Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan
Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Prof. H. Bustami A. Gani dan
Drs.Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) h.157
[1] Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan
Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs.Zainal
Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) h.157
[2] Hasan Langgulung, Beberapa pemikiran
tentang pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980) h.94
[3] Drs. H. Hamdani Ihsan dan Drs. H. A. Fuad
Hasan, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1998) h.16
[4] E. Mulyasa, Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2005
[5] http://wirausahanet.tripod.com/.
[6] http:/www.ekafood.com./cerdasemosi.htm.
[7] Panji Anorga dan Joko Sudantoko, Koperasi:
Kewirausahaan dan Penguasaha Kecil (Jakarta : Rineka Cipta,
2002), hal.
137.
[8] 9 http:/www.ekafood.com./semuoang.htm
[9] http:/www.ekafood.com./kunci.htm.
[10] HR Bukhori Muslim
[11] QS An Nisa’ : 77
[12] QS At Taubah : 105
[13] http:/www.gata.com./atikel.php?id=98720
[14] http://wirausahanet.tripod.com/.
[15] Thomas W. Zimmerer & Norman M.
Scarborough. Essentials of Entrepreneurship & Small Business Management 4th
ed (2004). Pearson. 2004 (ZS)
[16] Rambat Lupiyoadi. Entrepreneur: From Mindset
to Strategy. Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.2004 (RL)
[17] Facthurochman , Nanang, Pendidikan
Madrasah Berbasis Entrepreneurship, Jakarta : Lendean Hati Pustaka, 2012)
144 halaman
[18] Wijatno, Serian, Pengantar Enterpreneurship,
Jakarta: PT. Grasindo, 2009
[19] Sya’roni, Mahmud, Cermin Kehidupan Rasul,
Semarang: Aneka Ilmu, 2006
[20] Abdullah, M. Ma’ruf, Wirausaha Berbasis
Syari’ah, Banjarmasin: Penerbit Antasari Press, 2011
[21] Paulus Winarto, First Step to be an
Entrepreneur. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003.
Artikel yang bagus,, penting bagi kita untuk bisa menjadi muslim yang bermanfaat bagi muslim lainnya..
BalasHapusTrims,,, artikelnya sangat membantu bgt. Dalam Islam, berwirausaha / muamalah adalah hal yang utama :-)
BalasHapustrimaksih atas artikel nya,,bner2 ngebantu banget..mksih banyak.:)
BalasHapusterimakasih banyak atas artikelnya,,sangat baik diterapkan bagi yang mau usaha
BalasHapusartikel menarik :)
BalasHapus