12 Maret 2013

Filsafat Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari filsafat pendidikan islam?
2.      Apa sajakah ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam?
3.      Apa alasan pentingnya mempelajari filsafat pendidikan islam?
4.      Apa perbedaan dan persamaan antara filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan islam?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian filsafat pendidikan islam.
2.      Untuk dapat menyebutkan ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam.
3.      Untuk dapat menjelaskan alasan pentingnya mempelajari filsafat pendidikan islam.
4.      Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat berasal dari bahasa yunani yaitu: Philos dan Sophia yang berarti cinta kebijaksanaan atau belajar. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada umumnya termasuk dalam suatu ilmu yang kita sebut sekarang dengan filsafat. Untuk alasan inilah maka sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan.[1]
Menurut Prof. Dr. Imam Barnadib, MA. bahwa filsafat berasal dari bahasa yunani yang merupakan rangkaian dua pengertian: philare berarti cinta dan  sophia berarti kebajikan. Yang dimaksud dengan kebajikan disini ialah kebajikan manusia dan dengan dasar pengetahuan yang filosofis itu diharapkan orang dapat memberikan pendapat dan keputusan yang serba bijaksana.[2]
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.[3] Kata cinta tersebut selanjutnya menunjuk kepada panggilan hati nurani yang secara murni rela melakukan suatu kegiatan tanpa paksaan dari luar. Itulah sebabnya, seseorang yang melakukan kegiatan mencari kebenaran, pengetahuan atau hikmah yang kemudian disebut filosof diartikan sebagai orang yang mencintai kebenaran, pengetahuan atau kebijaksaaan adalah orang yang pola hidupnya nampak unik. Ia terkadang kurang menyukai kebendaan serta hal-hal yang membawa kepada kerendahan yang lainnya yang kurang ideal. Kehidupannya lebur dalam merenung dan berfikir untuk mencari kebenaran.
Selain memiliki pengertian kebahasaan sebagaimana tersebut diatas, filsafat juga memiliki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Dalam hubungan ini Perwatana mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pengertian dari segi praktis ini adalah pengertian yang didasarkan pada segi praktisnya. Dalam pengertian ini, menurutnya, filsafat berarti alam fikiran atau alam berfikir. Berfilsafat berarti berpikir. Namun menurutnya, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Orang yang berpikir sepintas saja, tanpa mendalam serta tanpa ada sasaran yang ingin dicari, yakni hakikat segala sesuatu, tidak dapat disebut berpikir filosofis, dan orang yang demikian itu tidak dapat disebut sebagai filosof.
Filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya 4 persoalan, yaitu:
a.       Apakah yang dapat kita ketahui? (metafisika)
b.      Apa yang seharusnya kita ketahui dan kita kerjakan? (etika)
c.       Sampai manakah pengharapan kita? (agama)
d.      Apakah yang dinamakan manusia? (antropologi)
Dari beberapa ungkapan para filosof tersebut dapat dirumuskan bahwa filsafat ialah daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami, mendalami dan menyelami secara radikal dan integral serta sistematik mengenai kebutuhan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Kemudian untuk memperoleh pengetahuan filsafat dari segi praktisnya dapat diketahui sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para filosof pada masa lalu. Mula-mula para filosof memperhatikan alam semesta yang luas ini, kemudian memperhatikan manusia dengan segala problematik dan kehidupannya. Pemikirannya tidak hanya sebatas itu dan berhenti, tetapi terus menuju pada pemikiran yang ada di balik alam (menjadi problem realita yang disebut metafisika) dan kemudian masalah-masalah kebutuhan. Pemikiran tentang alam semesta, manusia dan apa yang ada di balik alam semesta, masalah kebutuhan dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat berpikir dengan insyaf yakni berpikir dengan teratur menurut aturan-aturan yang telah dengan pasti ditentukan. Atau dengan kata lain cara kerja filosof berpikir secara sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam dampai pada akar-akar persoalannya sehingga hasil pemikiran mereka dapat diterapkan dan dibuktikkan kebenarannya pada seluruh persoalan yang dicakupnya. Karena sangat relevan dengan problematik hidup dan kehidupan manusia. Berpikir secara sistematis bagi para filosof adalah berpikir logis dengan penuh kesadaran, berurutan, saling berhubungan yang teratur dan bertanggung jawab. Berpikir secara universal adalah tidak berfikir khusus sebagaimana kerja setiap ilmu, tetapi mencakup keseluruhannya. Sedangkan yang dimaksud berpikir secara radikal berarti bahwa pemikiran berusaha menyingkap tabir rahasia yang menjadi penyebab utama dan masalah yang akan diselesaikan.[4]
Uraian diatas menunjukkan dengan jelas ciri dan karakteristik berpikir secara filosofis. Intinya adalah upaya secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran (sebagai alat utamanya) untuk menemukan hakekat segala sesuatu, termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan.
Dalam bahasa indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik.[5] Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan dalam bahasa indonesia terdapat pula kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta adalah cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata tersebut adalah mengajar yang berarti memberi pengetahuan atau pelajaran.[6]
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu
a.       Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pertolongan yang dilakukan secara sadar
b.      Ada pendidik, pembimbing atau penolong
c.       Ada peserta didik
d.      Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut
e.       Ada alat-alat yang digunakan (metode dan media pembelajaran)[7]
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebaagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan, tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.[8]
Dari beberapa para tokoh maka secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban masyarakat, didalamnya terjadi atau berlangsung proses pendidikan. Oleh karena itu  sering dinyatakan bahwa pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan sebagai sistem, memiliki aspek-aspek yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan, antara lain: aspek tujuan, kurikulum, metode, guru, lingkungan dan sarana. Hal ini terlihat bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana dan mempunyai tujuan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik secara bertahap dan apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat mungkin dapat menolong tugas dan peranannya di masyarakat, dimana kelak mereka hidup.
Sedangkan mengenai pendidikan islam menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Dengan pengertian lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama ialah kepribadian muslim yakni kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama islam, memilih, memutuskan, berbuat berdasarkan nilai islam.
Sedangkan hakikat pendidikan islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tujuan pendidikan islam. Sasaran strategis pendidikan islam adalam menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai ilmu pengetahuan secara mendalam dan meluas dalam pribadi anak didik, sehingga akan terbentuklah dalam dirinya sikap beriman dan bertakwa dengan kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain bahwa pendidikan islam mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dalam pribadi manusia untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.[9]
Dalam hubungan ini, dijumpai berbagai pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian filsafat pendidikan islam. Muzayyin Arifin mengatakan bahwa filsafat pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina, dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang dijiwai oleh ajaran islam.[10]
Definisi ini memberi kesan bahwa filsafat pendidikan islam sama dengan filsafat pada umumnya yaitu mengkaji tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan seperti: manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, kurikulum, metode, lingkungan, guru dan sebagainya. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada umumnya adalah bahwa di dalam filsafat pendidikan islam semua masalah kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadits. Filsafat pendidikan islam dapat juga dikatakan suatu upaya menggunakan jasa filsafat yakni berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan Al-Qur’an dan hadits sebagai dasar acuannya. Dengan demikian acuan filsafat pendidikan islam secara singkat adalah yang berlandaskan ajaran islam atau yang dijiwai oleh ajaran islam bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana pemikiran filsafat pada umumnya.[11]
B.     Ruang Lingkup Kajian Ilmu Pendidikan Islam
Jika diamati secara seksama, sebenarnya secara sepintas uraian tersebut diatas telah menunjukkan ruang lingkup filsafat pendidikan islam. Namun demikian secara lebih khusus lagi nampaknya masalah tersebut perlu dipertegas. Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan islam sebagai suatu disiplin ilmu, mau tidak mau harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Dalam hubungan dengan hal diatas, kembali dijumpai pendapat Muzayyin Arifin yang menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik, logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama islam saja melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Bagaimanakah semua masalah tersebut disusun tentu saja harus ada pemikiran yang melatarbelakanginya. Pemikiran yang melatarbelakanginya itu disebut pendidikan islam. Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan islam seseorang akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep guru yang baik, konsep kurikulum dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik, logis, radikal dan universal berdasarkan tuntutan ajaran islam, khususnya berdasarkan Al-Qur’an dan hadist. Dalam hubungan ini seseorang yang mengkaji filsafat pendidikan islam, disamping harus menguasai masalah filsafat dan pendidikan pada umumnya, juga perlu menguasai secara mendalam kandungan Al-Qur’an dan hadist dalam hubungannya dengan membangun pemikiran filsafat pendidikan islam. Dengan kata lain seorang pemikir filsafat pendidikan islam adalah orang yang menguasai dan menyukai filsafat dan pendidikan secara mendalam, juga sekaligus harus berjiwa islam.
Dalam hubungan dengan ruang lingkup filsafat pendidikan islam ini, Muzayyin Arifin lebih lanjut mengatakan bahwa ruang lingkup pemikirannya bukanlah mengenai hal-hal yang bersifat teknis operasional pendidikan, melainkan segala hal yang mendasari serta mewarnai corak sistem pemikiran yang disebut filsafat itu. Dengan demikian, secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis, menyeluruh dan universal mengenai konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan dan sebagainya.[12]
C.    Alasan Pentingnya Mempelajari Ilmu Pendidikan Islam
Setiap ilmu sudah pasti memiliki kegunaan termasuk juga ilmu filsafat pendidikan Islam. Menurut Omar Mohammad al-Taomy al- Syaibany mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam tersebut[13] sebagai berikut:
1.      Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk pemikiran sehat terhadap sistem pendidikan. Disamping itu, ia dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu penyelesaian masalah pendidikan dan peningkatan tindakan, pelaksanaan pendidikan, cara mengajar dan  keputusan termasuk rancangan-rancangan pendidikan mereka.
2.      Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh. Penilaian pendidikan itu dianggap persoalan yang perlu bagi setiap pengajaran yang baik. Dalam pengertian yang terbaru, penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, institusi-institusi pendidikan secara umum untuk mendidik angkatan baru dan warga negara dan segala yang berkaitan dengan itu.
3.      Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan politik di negara kita.
Berdasarkan pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam adalah sebagai acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu adalah bidang filosofinya yang menjadi akar dari setiap permasalahan kependidikan. Sehingga mereka akan memiliki sandaran dan rujukan intelektual yang berguna untuk membela tindakan-tindakannya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa filsafat pendidikan dapat menjadi pegangan pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan generasi-generasi baru yang berkepribadian muslim. Selain itu juga dapat mendukung pengembangan konsep filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Dengan demikian pendapat ini lebih mengorientasikan filsafat pendidikan pada upaya mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
  1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
  2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
  3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
  4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
  5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.[14]
Dan selanjutnya, Muzayyin Arifin menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam 3 dimensi, yakni:
a.       Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam
b.       Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan tersebut
c.       Melakukan evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut
Dengan demikian, jika dijumpai permasalahan yang terdapat dalam bidang pendidikan, maka cara penyelesaiannya yang ideal dan komprehensif harus dimulai dari tinjauan filosofisnya, karena pemecahan yang ditawarkan filsafat pendidikan ini sifatnya menyeluruh, komprehensif, mendasar, dan sistematis, sebagaimana  hal itu menjadi ciri khas dari pemikiran filsafat.
D.    Persamaan dan Perbedaan Antara Pendidikan dengan Pendidikan Islam
1.      Persamaan
Dari segi masyarakat, pendidikan berarti pewaris atau pemindahan nilai-nilai intelek, seni, politik, ekonomi, agama, dan lain-lain. dari segi pandang individu pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi manusia.
Dengan demikian maka pendidikan apapun yang dilakukan, senantiasa melibatkan masyarakat dan semua perangkat kebudayaan  sejalan dengan nilai-nilai dan pandangan falsafah yang dianutnya. Jika dikatakan bahwa fungsi pendidikan adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat, maka sebenarnya tidak banyak persoalan yang membedakan pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Sejalan dengan pemikiran di atas maka terlihat adanya persamaan.[15]
2.      Perbedaan:
a.      Filsafat pendidikan Islam
1)      Sifatnya theosentris(berkisar&berpusat sekitar Tuhan), artinya bahwa kita belajar atau mengajar itu harus lillahi ta’ala dengan niat yang ikhlas dengan kata lain thalabul ilmi lil’ibadah yang mana implikasinya adalah surga dan neraka.Dalam filsafat pendidikan islam ini dipercayai adanya barokah.
2)      Berdasarkan al qur’an, hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al qur’an dan hadits
3)      Meyakini adanya yang ghoib: bukan hanya sekedar mengajarkan yang ghoib, tetapi juga bagaimana cara meyakininya, begitu juga pengontekan materi yang tidak ghoib dengan dengan nilai-nilai ghaibiyah Nya (nilai-nilai ke Esaan Allah).
4)      Belajar mengajar adalah sama dengan ibadah dan selalu dikaitkan dengan pengabdian kepada Allah. Belajar haruslah jisman, ruhan dan doa. Dengan kata lain dia adalah orang yang benar-benar hidmad dalam beribadah kepada Allah.
5)      Meyakini adanya kehidupan sebelum dan sesudah mati. Belajar tidak hanya untuk kehidupan ketika hidup saja, tetapi juga untuk kehidupan sesudah mati.
6)      Di dalam pendidikan terdapat pahala dan dosa
7)      Akal dan ilmu manusia terbatas dan yang tidak terbatas adalah Ilmunya Allah. Akal dan ilmu manusia bisa berkembang tetapi tetap ada batasnya.
8)      Akal dan ilmu terikat oleh norma dan nilai.
9)      Terdapat hak-hak Tuhan dan manusia lain atas ilmu yang dimiliki seseorang. Ilmu yang berhubungan dengan hak Tuhan yaitu ilmu untuk diterangkan , sedangkan yang berhubungan dengan hak manusia yaitu untuk mendapatkan manfaat dari ilmu itu
10)  Tujuan pendidikan adalah terbentuknya insan Kamil. Yaitu manusia yang faham dan bisa mengaplikasikan hablum minalllah dan hablum minannas. Sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia dan diakhirat.
11)  Evaluasi oleh diri sendiri dan Tuhan.
b.      Filsafat pendidikan
1)      Berdasarkan pemikiran manusia dari generasi ke generasi.
2)      Positivistik, yang ada dan yang benar adalah yang dapat diamati oleh panca indera.
3)      Belajar mengajar tidak ada hubungannya dengan Tuhan dan agama, tetapi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kewajiban sosial.
4)      Tidak membahas kehidupan sebelum dan sesudah mati. Pendidikan hanya untuk kepentingan hidup di dunia saja.
5)      Tidak dikaitkan dengan pahala dan dosa tetapi hanya berkisar tentang honorium.
6)      Akal manusia tidak terbatas, bahkan manusia dapat mencapai tingkat setinggi-tingginya.
7)      Akal dan ilmu bebas nilai.
8)      Tidak membahas hak Tuhan, paling tinggi pendidikan didasarkan pada kemanusiaan.
9)      Tujuan pendidikan agar manusia dapat hidup baik, sejahtera dan bahagia di dunia.
10)  Evaluasi diakhir pendidikan saja.[16]
Dari pemahaman ini dapat disimpulkan, bahwa antara filsafat pendidikan barat dan Islam disamping memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Persamaan keduanya memperhatikan peserta didik sebagai humanism dalam aktifitas pendidikan. Sedang perbedaannya konsep filsafat pendidikan barat berorientasi pada akal sehingga teori-teorinya mengarah pada socio-antropocentris. Konsep filsafat Pendidikan Islam lebih berorientasi pada wahyu sehingga teori yang dihasilkan mengarah pada teori-centris.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Filsafat pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang berlandaskan pada ajaran-ajaran islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina, dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang dijiwai oleh ajaran islam.
Ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Bagaimanakah semua masalah tersebut disusun tentu saja harus ada pemikiran yang melatarbelakanginya. Pemikiran yang melatarbelakanginya itu disebut pendidikan islam. Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan islam seseorang akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep guru yang baik, konsep kurikulum dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik, logis, radikal dan universal berdasarkan tuntutan ajaran islam, khususnya berdasarkan Al-Qur’an dan hadist.
Kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam adalah sebagai acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu adalah bidang filosofinya yang menjadi akar dari setiap permasalahan kependidikan. Sehingga mereka akan memiliki sandaran dan rujukan intelektual yang berguna untuk membela tindakan-tindakannya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat, maka sebenarnya tidak banyak persoalan yang membedakan pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Sejalan dengan pemikiran di atas maka terlihat adanya persamaan. Dan perbedaannya adalah jika pendidikan berorientasi kepada masyarakat luas (Barat) sedangkan  filsafat pendidikan islam berdasarkan al qur’an, hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al qur’an dan hadits.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 1984.  Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara)
Arifin, Muzayyin. 1993. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara)
Dewantara, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta:  Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa)
Ihsan, Hamdani. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia)
Marimba, Ahmad D. Pengantar  Filsafat  Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1963)
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama)
Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia)
W.J.S. Poewadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet 12.








[1]Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 10.
[2] Ibid, 11
[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 1-2.
[4] Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, 13-14.
[5] W.J.S. Poewadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet 12, 250.
[6] Ibid, 22.
[7] Ahmad D. Marimba, Pengantar  Filsafat  Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1963), 19.
[8] Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta:  Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962), 166.
[9] Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993) h. 16-17
[10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1984) cet 4, 11.
[11] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005) , 14-16.
[12] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, 16-17.
[13] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 17.
[14] http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/02/makalahfilsafat-pendidikan-islam-pengertian-ruang-lingkup-kegunaan-dan-metode-pengembangan-filsafat/
[15] Ramayulis, Ilmu pendidikan islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pastikan Komentarmu .......

Membantu untuk merubah dunia !?!?!?!?!?

Copyright 2011
Hayyan Ahmad

Powered by
Free Blogger Templates
SELAMAT DATANG DI HAYYAN-AHMAD.BLOGSPOT.COM | DAPATKAN UPDATE MAKALAH TERBARUKU DAN CATATAN HIDUPKU | UNTUK KENYAMANAN MEMBACA GUNAKAN SELALU INTERNET ACESS 3Mbps | APA BILA INGIN MENG-COPY INFORMASI/ARTIKEL DI BLOG INI | JANGAN LUPA TINGGALKAN JUGA COMMENT ANDA | HATUR NUWUN eh salah MATUR NUWON | ASSALAMUALAIKUM