17 November 2010

KERANGKA OPERASIONAL DAN POLA AKTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya Insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qurani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya, ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggunh jawab mengantarkan manusia kea rah tujuan tersebut. Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilali-nilai pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi : nilai etika, estetika sosial, ekomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai Ilahiyah.
Adapun konsep operasional pendidikan Islam adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai Islam dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, maka dalam pembahasan ini akan dipaparkan lima pusat atau panca pusat pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan kita, yaitu keluarga, perguruan (termasuk madrasah/sekolah dan pesantren), rumah ibadah, masyarakat, dan media massa.
Oleh karena itu, Aktualisasi dalam konteks ini difahami sebagai suatu proses menjadikan konsep-konsep ideal menjadi tindakan nyata, akan lebih jelas sosok kontruksinya bila terpolakan sesuai dengan konsep dasar yang menjadi acuannya.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah bentuk kerangka operasional dalam pendidikan Islam?
2.Bagaimana Aktualisasi Konsep Pendidikan Islam itu sendiri?

C.Tujuan Penulisan
1.Menjelaskan bentuk kerangka operasional dalam pendidikan Islam
2.Menguraikan bentuk aktualisasi konsep pendidikan Islam itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
A.Kerangka Operasional dalam Pendidikan Islam
Diskusi mengenai pusat pendidikan pada dasarnya merupakan pembicaraan yang bersangkutan dengan pertanggung jawaban terhadap pendidikan anak. Pada kenyataannya masalah pendidikan memang merupakan masalah yang tidak terselesaikan. Dan begitu pula sebaliknya banyak pula anak-anak merasa tidak atau kurang mendapat pendidikan yang diharapkan dari orang tua mereka (Zakiah Dradjat, 1980: 12)
Sehubungan dengan masalah tersebut, timbul pertanyaan yang menyangkut siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab yang secara imperative merupakan hal yang wajar atau sebagai keharusan, bukan tanggung jawab yang dipaksakan.
Pada umumnya para ahli pendidikan yang membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Tapi untuk kondisi dan situasi sekarang, pembatasan tersebut perlu dikaji ulang. Secara lebih luas, Tohari Musnamar mengemukakan lima pusat atau panca pusat pendidikan. Kelima pusat dimaksud, adalah sebagai berikut: keluarga, pergurguruan (termasuk madrasah dan pondok pesantren), rumah ibadah, masyarakat, dan media massa (Tohari Musnamar, 1990: 2-3)
1.Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan
Pentingnya pendidikan di dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Dalam Islam anak merupakan amanah Allah yang harus di jaga, dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Kalau dilihat tugas manusia sekedar mempertahankan hidupnya, melainkan juga melanjutkan hidup itu melalui kelahiran generasi. Konsekuensinya adalah pewarisan nilai-nilai luhur sebagai pembentuk pribadi secara terus-menerus dari generasi ke generasi merupakan keharusan.
Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi setiap individu, sifat kepribadian anak akan tumbuh dan terbentuk dalam keluarga. Anak akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga. Keluarga hendaklah menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan anak, kartena anak terutama anak yang berusia di bawah usia umur 6 tahun, belum dapat memahami suatu pengertian, benar-salah dan baik buruk. Anak akan menjadi baik dan benar berdasarkan pengaruh-pengaruhnya sehari-hari dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Didalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan diinsyafi oleh tiap-tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan dalam lingkungan keluarga tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Berdasarkan kenyataan ini sudah barang tentu pengaruh keluarga besar sekali terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Sutari Imam Barnadib, 1980 : 77).
Interaksi antara personal di dalam sebuah keluarga memang bersifat spesifik, emosional (dalam konotasi positif), akrab tidak formal, tidak biokratis, namun penuh harapan. Situasi demikian telah memikat sekaligus mengikat sang anak untuk mengembangkan potensi dan kepribadiannya (Supriyoko, 1990).
Ada delapan variabel aspek sosio psikologis dalam keluarga, (1) aspirasi masa depan sang anak, (2) aspirasi orang tua, (3) perhatian akan kegunaan bahasa, (4) penguatan aspirasi sang anak, (5) kesadaran kemajuan sang anak, (6) dorongan untuk kemajuan sang anak, (7) kebebasan., dan (8) orientasi nilai (Supriyanto, 1990).
Dalam hubungan ini, Tohari Musnamar menyatakan arti pentingnya keluarga sebagai pusat pendidikan sebagai berikut :
1.Keluarga merupakan wadah pertama dan utama anak di ukir kepribadiannya, menemukan “aku”-nya mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan berkomunikasi dengan orang lain dan sebagainya. Kesemuanya di awali dalam keluarga.
2.Dalam keluarga terdapat hubungan emosional yang kuat dan erat antara anggota keluarga, pendidikan bertlangsung sepanjang waktu, dan merupakan peletak pondasi pertama dalam membentuk pribadi anak (Tohari Musnamar, 1990: 5)
Pendapat pakar tersebut diatas menggambarkan betapa besar harapan terhadap pengembangan potensi dan pribadi sang anak. Keharmonisan yang tercipta dalam keluarga meningkatkan intensitaspendidikan keluarga positif, bagi banyak hal terhadap sang anak pengembangan kepribadian, peningkatan prestasi belajar, peningkatan karir dan sebagainya.
2.Perguruan Sebagai Pusat Pendidikan
Yang dimaksud perguruaan sebagai wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntunan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya.
Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang tidak mungkian diserahkan sepenuhnya kepada lembaga perguruan. Sebab pengalaman belajar, pada dasarnya bias diperoleh sepanjang hidup manusia, kapanpun dan dimanapun, termasuk juga dilingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Mengenai arti pentingnya perguruan sebagai pusat pendidikan secara garis besar adalah sebagai berikut :
a.Perguruan merupakan wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya.
b.Pada perguruan terdapat guru yang telah memperoleh pendidikan dan latihan professional dalam bidangnya. Profesionalitas guru inilah yang menjadikan perguruan lebih bermakna (Thohari Musnamar, 1990: 6).
Oleh karena itu tidak semua tugas pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga terutama menyangkut ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampial. Orang tua mengirim anak keperguruan. Dengan demikian, sebenarnya pedidikan di perguruan adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di sekolah merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan hubungan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.
3.Rumah Ibadah Sebagai Tempat Pendidikan
Berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya yang merupakan lembaga pengganti dari orang tua. Adapun arti penting rumah ibadah adalah :
a.Rumah ibadah adalah merupakan wahana pendidikan bagi penyemaian keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Rumah ibadah dengan pengajian, sekolah minggu, dan sebagainya memberikan pengalaman kongkrit dalam hal hidup keagamaan. Dengan demikian rumah ibadah berfungsi melengkapi dan menyempurnakan pendidikan agama yang ditentukan di perguruan.
c.Kyai, ustadz, pendeta dan sebagainya pada umumnya merupakan pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan bagi hidup yang shaleh dan berpribadi mulia (Thohari Musnamar, 1990: 7).
Peran rumah ibadah, dapat disebutkan sebagai berikut :
1.Memperkokoh keyakinan hidup agar anak memiliki iman yang kuat dan pegangan hidup yang mantap.
2.Menanam akhlak/budi pekerti yang luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran agamanya.
3.Mempertajam pandangan tentang tata nilai, sehingga anak dapat mengadakan seleksi dan evaluasi diri terhadap hal-hal yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang halal dan yang haram.
4.Memberi pengalaman berorganisasi, bertindak sosial dan sebagainya.
5.Menanamkan toleransi kerukunan hidup beragama (Tohari Musnamar, 1990:7).
Rumah-rumah ibadah sebagai pusat pendidikan Islam dalam hal ini dapat disebutkan yaitu masjid-masjid, mushallah-mushallah dan sebagainya, disini tidak hanya dilihat sebagai pusat ibadah tetapi dari segi fungsinya. Karena itu masjid dan mushallah senagai lembaga pendidikan Islam mengandung implikasi-implikasi. Pertama, mendidik anak untuk tetap dan istiqomah dalam beribadah kepada Allah. Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, menanamkan rasa solidaritas social serta menyadarkan terhadap hal-hal dan kewajibannya sebagai insane pribadi, social, warga Negara dan beragama. Ketiga, memberiukan rasa ketentraman, kekuatan dan kemampuan potensi-potensi rohani melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme dan mengadakan penelitian.

4.Masyarakat Sebagai Pusat Pendidikan
Di luar keluarga anak memperoleh kesempatan berinteraksi social secara lebih luas dalam masyarakat. Bermacam-macam nilai dan prilaku masyarakat akan terserap baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut At-Taumy, masyarakat itu sendiri merupkan suatu factor yang pokok mmpengaruhi pendidikan, di samping ia merupakan arena tempat berkisarnya pendidikan (M. At-Taumy As-Syaibani, 1979: 164).
Mengenai arti penting masyarakat sebagai pusat pendidikan dapat disebutkan sebagai berikut :
a.Masyarakat memikul amanat yang sama pentingnya dengan unsure-unsur lain dalam hal mencerdaskan bangsa dan menyiapkan generasi yang lebih maju.
b.Masyarakat merupakan ajang kehidupan kekal anak yang akan berkecimpung di dalamnya berkarya, bergaul, bekerjasama, bersaing, berkreasi dan berproduksi.
c.Kehidupan bermasyarakat memiliki pola nilai dan norma yang harus di pahami oleh anak, agar ia tidak canggung dan dapat sukses di dalamnya (Thohari Musnamar, 1990: 8).
Ada dua kebutuhan pokok yang sangat diharapkan oleh pendidikan dalam masyarakat. Pertama, situasi sosiokultural yang mendukung proses internalisasi nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan dalam arti proses internalisasi nilai dalam masyarakat ini bersifat informal, tetapi cukup intens karena terjadi melalui interaksi sosial yang cukup panjang, terus menerus dan bersifat alami. Kedua, wahana perluasan wawasan hidup, penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai keteramplan untu meningkatkan kualitas hidup manusia. Wahana ini sangat di perlukan mengingat keterbatasan orang tua dalam tiga aspek tersebut, disamping terus meningkatnya tuntutan zaman akibat terjadinya perkembangan dan perubahan yang terus menerus (Achmadi, 1992: 95).
Secara ringkas Tohari Musnamar memberi rincian tentang peran masyarakat sebagai pusat pendidikan:
a.Memberikan fasilitas dan bekal yang cukup kepada anak agar mereka dapat belajar dengan baik, dapat mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.
b.Memberikan perlindungan pada anak yang memerlukannya, seperti anak cacat, anak yatim piatu, anak korban bencana alam dan anak yang hidup dalam standar kemiskinan.
c.Secara kongkrit masyarakat perlu menyelenggarakan wadah yang bermanfaat bagi perkembangannya anak seperti, gerakan pemuda, kursus-kursus, forum diskusi, perpustakaan rakyat, lembaga pengembangan bakat dan minat dan biro konsultasi. “Masyarakat” yang sehat adalah masyarakat yang memperhatikan dan memperjuangkan generasi penerusnya (Tohari Musnamar, 1990: 8).
Dengan demikian, pada mereka terdapat tugas keikutsertaan membimbing perkumpulan dan perkembangan anak. Ini berarti pemimpin dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung-jawab moral dari orang dewasa, baik secara individu maupun sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung tanggung jawab pendidikan, yaitu warisan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi demi tegaknya syiar Islam di atas bumi.
5.Media Masa Sebagai Pusat Pendidikan
Yang disebut komunikasi melalui media masa adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti yang dioperkan melalui saluran-saluran yang dikenal sebagai pres, television dan radio (Astrid, 1977: 3).
Saat ini pemanfaatan media massa dalam proses komunikasi dan penyimpanan pesan dipandang sangat efektif sehingga dapat dikatakan bahwa barang siapa mampu menguasai media massa, maka ia akan mudah menciptakan opini dalam masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan anak dan pembentukan pribadinya, media massa mempunyai pengaruh. Pengaruh-pengaruh media massa, disamping yang bersifat positif ada juga yang bersifat negatif. Sekarang hampir disetiap keluarg mempunyai radio, televisi, koran, buku dan sejak kecil anak-anak sudah akrab denga media tersebut. Melalui media ini mereka menerima informasi yang tidak ada dalam diri mereka. Dengan demikian, media massa bekerja sebagai pendidik, pembentuk pengembangan kemampuan dan keterampilan anak-anak memperluas lingkungan dan memberi bentik-bentuk baru dari pengalaman.
Dalam hubungan ini, media massa memiliki peran antara lain :
a.Mencanangkan/memuat hal-hal yang mengandung nilai-nilai edukatif serta dapat mengacu anak-anak meraih sukses dalam belajar.
b.Menghindarkan diri dari tayangan/pemuatan hal-hal yang membawa dampak negatif bagi perkembangan jiwa anak seperti, gambar yang mengarah pornografis, motivasi tindak kriminal dan tindak kekerasan.
c.Bersama-sama dengan pusat pendidikan yang lain menyelengarakan program edukatif seperti, penelitian, seminar, pameran dan wisata ilmiah (Thohari Musnamar, 1990: 9).
Peranan positif dari media massa sebagai media pendidikan tidak akan terealisir tanpa dukungan dari semua pihak, adanya good will dan commetment moral untuk saling mengingatkan demi kepentingan dan kebaikan bersama. Melihat betapa strategis dan efektifnya peran media massa, maka secara ideal edukatif ia harus mampu menyajikan informasi yang layak dan mendidik.

B.Aktualisasi Konsep Pendidikan Islam
Sebagaimana dikembangkan sebelumnya, bahwa konsep pendidikan Islam, pada umumnya mengacu pada dua pengertian, masing-masing :
1.Pendidikan tentang islam, artinya, lebih memandang islam sebagai subject matter dalam pendidikan.
2.Pendidikan menurut islam, artinya, lebih menempatkan Islam sebagai sebuah prespektif dalam pendidikan.
Jika diamati, konsep pendidikan islam sekarang ternyata sering di pahami menurut pengertiannya yang pertama, sehingga konsep pendidikan islam lebih berorientasi pada masalah materi dan metode, yaitu masalah apa yang harus di berikan dan bagaimana cara memberikannya. Namun, demikian penjabarannya dari konsep itupun belum jelas sehinnga dalam penerapannya bervariasi sekali. Sekurang-kurangnya terdapat tiga sebab yang menyebabkan terjadinya kekaburan dalam penjabaran konsep ini. Pertama, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep pendidikan. Kedua, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep islam, dan ketiga, adanya keragaman dalam system pendidikan yang dilaksanakan.
Adapun perbincangan mengenai polarisasi kontruksi dalam rangka aktualisasi pendidikan islam itu ditekankan pada dimensi yang pertama, yaitu mengenai isi, ide-ide, kerja dan eksperimen. Sementara dimensi lain ditampilkan sebagai sub ordinatnya. Sehubungan dengan itu, paling tidak ada empat pola aktualisasi yang di pandangnya mendesak untuk di tampilkan dalam kajian ini. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada keempatnya, banyak disebabkan karena perbedaan persepsi terhadap konsep dasar yang di pengaruhi oleh kondisi serta tingkat pemahaman terhadapnya, sehingga membentuk konstruksi tertentu dalam pola aktualisasinya tersebut.
1.Pola Tematik
Sesuai dengan namanya, pola pendekatannya dalam pengembangan konstruksi melalui pola ini di lakukan dengan jalan memilih tema atau topic tertentu yang hendak di carikan penjelasaannya menurut Al-Qur’an, kemudian dikumpulkannyalah semua nash-nash wahyu (Al-Qur’an dan Hadits) yang berhubungan dengan topic yang dipilih. Maka dicarilah kaitan antar berbagai ayat agar satu sama lain bersifat saling menjelaskan, baru akhirnya ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.
Pola tematik, yang ditransfer dari peristilahan tafsir maudlu’I ini menurut Al-Farmawi, yang mengembangkan pola ini pertama kali secara sistematis dalam buku ini al-Bidayah Fii Tafsir Al-Maudlu’I (1977:61-61), dan dalam kajiannya pola seperti ini melalui proses sistematika sebagai berikut:
a.Mencari maudlu’I / judul / tema Al-Quran yang hendak dibahas / topic.
b.Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan judul / tema / topic tersebut.
c.Menerbitkan urutan ayat-ayat tersebut sesuai dengan tertib turunnya, makkiyah dan madaniyah, sesuai dengan riwayat sebab-sebab turunnya.
d.Menjelaskan munasabah (persesuaian) antara ayat yang satu dengan yang lain dan antara surat yang satu dengan surat yang lain.
e.Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits-hadits nabi, riwayat sahabat dan lain- lain, sehingga semakin terang dan semakin gamblang.
f.Berusaha menyempurnakan pembahasan judul / topic tersebut dengan dibagi dalam beberapa bagian yang berhubungan satu dengan yang lain.
g.Mempelajari ayat-ayat yang satu judul/ topic itu secara sektoral, dengan menyesuaikan antara yang umum dengan yang khusus, yang mutlak dengan yang muqayyad, yang global dengan yang terperinci dan memadukan ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan satu sama lain serta menentukan yang nasakh dan yang mansukh, sehingga mencakup semua nash-nash mengenai satu judul/ topik.
2.Pola Justifikasi.
Pola ini pada dasarnya merupakan salah satu pemecahan yang diajukan guna mengatasi masalah dualism pengetahuan, yang popular disebut sebagai ilmu-ilmu sekuler dari barat dengan ilmu-ilmu islam yang di konsepsikan secara menarik untuk pertama kali oleh ismail raji Al-faruqi (1982) dan dikenal sebagai islamisasi ilmu pengetahuan dengan perpaduan seprti itu, maka pengetahuan islam akan dapat dijelaskan dalam gaya sekuler, maksudnya pengetahuan islam akan menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang secara langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sementara pengetahuan modern (sekuler) akan bisa kita bawa dan masukan dalam kerangka system islam.
Tujuan-tujuan dari rencana kerja islamisasi pengetahuan yang telah kita bicarakan ini adalah sebagai berikut:
a)Pengetahuan disiplin ilmu pengetahuan modern.
b)Penguasaan khazanah islam.
c)Penentuan relevansi islam bagi masing-masing bidang ilmu modern.
d)Pancasila sintesa kreatif antara hazanah islam dengan ilmu modern.
e)Pengarahan aliran pemikiran islam kejalan-jalan mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.
Untuk merealisir tujuan-tujuan ini sejumlah langkah harus diambil menurut urutan logis yang menentukan prioritas-prioritas masing-masing langkah tersebut :
1.Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris.
2.Survey disiplin ilmu berdasarkan kategori-kategori tadi serta menyusun laporannya.
3.Penguasaan warisan islam yang menyangkut wawasan antologik untuk menemukan sampai seberapa jauh warisan islam menyentuh dan membahas ilmu modern.
4.Pengusaan warisan ilmiah islam tahap analisis.
5.Penetapan relevansi islam yang khusus terhadap disiplin ilmu.
6.Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern dengan tingkat perkembangannya masa kini.
3.Pola Rekonstruksi.
Pendidikan islam sebagai kajian kependidikan (islam) dalam ilmu social menampilkan pola rekonstruksi yang oleh Noeng Muhadjir disebutnya sebagai model “postulasi”, yakni model pengembangan konstruksi yang bertolak dari sejumlah asumsi dasar, postulat, aksioma, atau teoritisasi yang berangkat dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, dari aksioma tersebut kemudian dibangun bangunan teoritik ilmu pendidikan.
Rekonstruksi pertama, banyak tergantung kepada pemegang otoritas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekonstruksi kedua, lebih banyak tergantung kepada pemegang otoritas kelembagaan perguruan tinggi yang bersangkutan, sedang rekonstruksi ketiga, memerlukan evolusi panjang berpuluh tahun, yang peningkatan kualitasnya merupakan pengaruhnya timbal balik dengan keberhasilan rekonstruksinya kedua dan pertama (Noeng Muhadjir, 1989: X-XI)
Dari ketiga pola pengembangan kontruksi dalam rangka aktualisasi pendidikan islam yang ditampilkan ini, kita pengkaji dan pemerhati pendidikanm islam bisa mengaca diri, melalui pola yang manakah kita dapat turut berikhtiyar dalam rangka mengaktualisi pendidikan islam di bumi nusantara ini.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dalam pendidikan Islam kita harus memperhatikan lima hal yang amat penting dalam mengembangkan pendidikan, antara lain : Pertama, pendidikan dalam keluarga. Kedua, perguruan sebagai pust pendidik. Ketiga, pendidikan dalam rumah ibadah. Keempat, pendidikan dalam masyarakat. Kelima, media massa sebagai pusat pendidikan.Dan aktualisasi pendidikan Islam yang mengacu pada pendidikan tentang Islam dan pendidikan menurut Islam.

B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
AthiyyahAl Abrasyi, Prof. Dr. Muhammad, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)
Dradjat, Dr. Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008)
Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Makalah, STAIN Batusangkar, 2000, hal 7
Soebahar, MA, Drs. H. Abd Halim, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia)

1 komentar:

  1. mengingat apa yg telah disimpulkan dalam tulisan ini, bahwa banyak faktor yang perlu kita perhatikan dalam mengembangkan pendidikan. dimana yang pertama adalah pendidikan dalam keluarga. banyak dijumpai dalam kehidupan riil pendidikan lebih ditekankan kepada lembaga-lembaga pendidikan saja. hal ini ironis sekali, terlebih pemikiran demikian terlontar dari seseorang yang berperan sebagai pendidik bahkan pemimpin lembaga pendidikan.

    BalasHapus

Pastikan Komentarmu .......

Membantu untuk merubah dunia !?!?!?!?!?

Copyright 2011
Hayyan Ahmad

Powered by
Free Blogger Templates
SELAMAT DATANG DI HAYYAN-AHMAD.BLOGSPOT.COM | DAPATKAN UPDATE MAKALAH TERBARUKU DAN CATATAN HIDUPKU | UNTUK KENYAMANAN MEMBACA GUNAKAN SELALU INTERNET ACESS 3Mbps | APA BILA INGIN MENG-COPY INFORMASI/ARTIKEL DI BLOG INI | JANGAN LUPA TINGGALKAN JUGA COMMENT ANDA | HATUR NUWUN eh salah MATUR NUWON | ASSALAMUALAIKUM