17 November 2010

MASA REMAJA

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus.seseorang anak masih belum selesai perkembangannya, orang dewasa dianggap sudah berkembang penuh ia sudah menguasai sepenuhnya fungsi-fungsi fisik dan psikisnya, pada masa tua pada umumnya terjadi kemunduran terutama dalam fungsi-fungsi fisiknya.
Sedangkan anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa, remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut mereka masih disebut golongsn kanak-kanak., mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat.
Berhubungan dari perkembangan di atas yang tidak hanya berisi pemasakan dan reaksi lingkungan terhadap pemasakan tadi. Disamping itu juga dapat suatu analisis mengenai aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara 12-21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, 18-20 tahun masa remaja akhir.
B.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan masa Pra Pubertas (Pueral) ?
2.Apa yang dimaksud dengan masa Pubertas ?
3.Apa yang dimaksud dengan masa Adoleson ?
C.Tujuan
1.Dapat mengetahui apa yang disebut dengan masa Pra Pubertas (Pueral).
2.Dapat mengetahui apa yang disebut dengan masa Pubertas.
3.Dapat mengetahui apa yang disebut dengan masa Adoleson.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Masa Pra Pubertas / Pueral (Usia 12-14 Tahun)
Masa ini adalah masa peralihan dari masa sekolah menuju masa pubertas, dimana seorang anak yang telah besar telah ingin berlaku seperti orang dewasa.
Pra Pubertas adalah saat-saat terjadinya kematangan seksual yang sesungguhnya, peristawa kematangan tersebut pada wanita terjadi 1.5 sampai 2 tahun lebih awal dari pada pria. Terjadinya kematangan jasmani bagi wanita biasa ditandai dengan adanya menstruasi pertama. Sedangkan pada pria ditandai dengan keluarnya seperma yang pertama, biasanya lewat bermimpi merasakan kepuasan seksual.
Adapun tanda-tanda yang ditimbulkan dari kematangan jasmani di bagi menjadi dua yaitu tanda skunder dan tanda tertier.
Tanda-tanda sekunder dapat disebutkan antara lain :
1.Pria
a)Tumbuh suburnya, rambut, jangut, kumis dan lain-lain.
b)selaput suara semakin besar dan berat.
c)badan mulai membentuk.
2.Wanita
a)Pinggul semakin besar dan melebar.
b)Kelenjar-kelenjar pada dada menjadi berisi (lemak).
c)Suara menjadi bulat, merdu, dan tinggi.
d)Muka menjadi bulat dan berisi.
Adapun tanda-tanda tertier antara lain : biasa diwujudkan dengan perubahan sikap dan prilaku. Contoh yang terdapat pada pria terdapatnya perubahan mimik jika bicara, cara berpakaian, cara mengatur rambut, bahasa yang diucapkan, tingkah lakunya dan lain-lain. Sama halnya dengan pria, tanda-tanda tertier yang dialami oleh perempuan juga hampir sama dengan pria.
Disamping ciri-ciri di atas terdapat juga ciri-ciri lain, cirri-ciri itu antara lain :
1.Mereka tidak mau disebut anak-anak.
2.Mereka mulai memisahkan diri dari orang tua.
3.Mereka memiliki sifat mendewakan tokoh-tokoh yang dianggap memiliki kelebihan.
4.mereka itu pemberani, yang kadang-kandang kurang perhitungan dan agak melupakan tata susila.
Pada masa Peural atau Pra Pubertas itu juga terdapat suatu perkembangan lain yang muncul yaitu munculnya perasaan-perasaan negatif dari anak itu, sehingga masa ini bias disebut dengan masa negatif. Yang mana biasanya seorang anak itu berkeinginan untuk melepaskan diri dari kekuasaan orang tua, ia tidak mau tunduk lagi pada segala perintah, kebijaksanaan dari orang tua. Yang biasa dialami dari perasaan negative tersebut, antara lain :
1.Ingin selalu menentang lingkungan.
2.Tidak senang dan gelisah.
3.Kebutuhan untuk tidur semakin besar.
4.Pesimistis.
5.Sering melamun tak menentu dan kadang berputus asa.
B.Masa Pubertas (Usia 14-18 Tahun)
Istila Pubertas datang dari kata Puber (yaitu pubescent). Kata lain dari pubescare berarti mendapatkan pubes atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menunjukkan perkembangan seksual. Pada masa ini seseorang anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga anak mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk bekal kehidupannya mendatang.
Pada masa ini terdapat tiga aktifitas yang mana kami mengutip dari buku karya Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, yakni :
1.Penemuan aku
2.Pertumbuhan pedoman kehidupan
3.Memasukkan diri pada kergiatan masyarakat
Dari ketiga di atas terdapat suatu arti, yang pertama dalam rangka penemuan akunya itu anak mulai menyadari akan keberadaan dirinya daripada sebelumnya. Tetapi ia juga mulai mengetahui betapa pentingnya ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
Yang kedua pada kegiatan mencari pedoman hidup, anak puber sudah mulai aktif dan menerima akan norma-norma susila, juga norma agama, estetika.
Dan yang ketiga pada kegiatan memasukkan diri ke dalam masyarakat ini anak puber mulai mengenal segala macam corak kehidupan masyarakat. Semua dianggapnya sebagai sesuatu yang menyatu dalam suatu sistem kemasyarakatan dimana belum sempurnanya pengetahuannya untuk membedakan ataupun menyeleksi maka tidaklah heran jika anak puber menampakkan sikap-sikap yang kontriversial. Kegiatan-kegiatan tersebut bagii anak perempuan dan laki-laki sudah barang tentu tidak sama, adapun sikap hidup tersebut dapat digambarkan :
Pria
1.Aktif memberi
2.Cenderung untuk memberi perlindungan
3.Minatnya tertuju pada hal-hal yang bersifat intelektual.
4.Berusaha memutuskan sendiri dan ikut berbicara.
Wanita
1.Pasif dan menerima
2.Cenderung untuk menerima perlindungan
3.Minat tertuju kepada yang bersifat emosional dan konkret
4.Berusaha mengikut dan menyenagkan orang tua
Jadi kebanyakan dari argument di atas kami bisa menarik suatu argument bahwa pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi dan memujanya dalam khayalan.
C.Masa Adoleson (Usia 18-21 Tahun)
Masa remaja sering disebut Adolesensi (Lat. Adolescere = adultus = menjadi dewasa atau dalam perkembanganmenjadi dewasa). Pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidupnya.
Mengenai sifat-sifat Adoleson ini dapat diungkapkan antara lain :
1.Timbulnya sikap positif dalam menenntukan system tata nilai yang ada.
2.Adanya keseimbangan dan ketenangan di dalam kehidupannya.
3.Mulai menyadari bahwa sikap aktif, mengkritik waktu ia puber it mudah tetapi sulit melaksanakannyam
4.Mulai mengambil atau menentukan sikap hidup berdasarkannilai yang diyakininya.
5.Mulai memiliki rencana hidup yang jelas dan mapan.
Setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangannya, seseorang telah memiliki corak dan bentuk kepribadian tersendiri maka masuklah individu itu kedalam masa dewasa.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Suatu analisis dari kesemuanya di atas bahwa semua aspek perkembangan dalam remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12-21 Tahun, dengan pembagian 12-14 tahun : masa Pra Pubertas, 14-18 tahun : masa Pubertas, 18-21 tahun : masa Adoleson, dimana pembahasan-pembahasan di atas banyak mengemukakan factor-faktor yang timbul pada masa perkembangan diri seorang remaja.
B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Drs. H. Abu, Sholeh Drs. Munawar, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Sujanto Drs. Agus, Psikologi Perkembangan, (Surabaya: Aksara Baru,1984)
Dahlan Prof. Dr. M. Djawad, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda)
Monks F.J. Prof. Dr, knoers A. M. P. Prof. Dr. diterjemahkan oleh Rahayu Haditono Siti Prof. Dr., Psikologo Perkembangan. (Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2006)

PROKLAMASI DAN PEMBUKAAN UUD 1945

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kalau kita bicara mengenai proklamasi pastinya kita akan memulai pada akhir tahun 1994. Dimana tentara Jepang menderita kekalahan yang amat sangat dari tentara sekutu dengan dihancurkannya kota Hiroshima dan Nagasaki.
Pada saat itulah Dekoritsu Jumbi Cosakai dibubarkan diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Dan setelah bung Karno didesak oleh perwira PETA Panca Singgih dan Beliau berjanji siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dan setelah proses pembentukan yan amat lama terbentuklah teks proklamasi dan dibacakan ole Ir. Soekarno di gedung Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Oleh karena proklamasi kemerdekaan Indonesia itu adalah sumber kemerdekaan RI maka pembukaan UUD 1945 sebagai anak kandung yang melekat di dalamnya cita-cita luhur, pencetus dari jiwa atau semangat pancasila sebagai titik dari tekad bangsa untuk merdeka.
B.Rumusan Masalah
1.Apa arti proklamasi bagi bangsa Indonesia ?
2.Bagaimana makna yang terkandung dari pembukaan UUD 1945 ?
C. Tujuan
1.Mengetahui arti proklamasi bagi bangsa Indonesia.
2.Mengetahui makna yang terkandung dari pembukaan UUD 1945.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 jam 10 pagi (WIB), di bagian rumah jalan Pegangsaan Timur nomor 56, di Jakarta dibacakan sebuah “Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia” oleh Bung Karno yang ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama Bangsa Indonesia.
Naskah selengkapnya dari pada Proklamasi tersebut berbunyi sebagai berikut :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan in menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselengarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkati-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 1945
atas nama Bangsa Indonesia
soekarno - Hatta
Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada hakikatnya adalah pencetusan daripada segala perasaan-perasaan yang sedalam-dalamnya yang terpendam dalam sanubari rakyat Indonesia sejak berabad-abad lamanya.
Proklamasi kemerdekaan itu adalah pernyataan kemerdekaan dan sebagai pemberitahuan kepada kita dan dunia, bahwa status atau ekstensi telah berubah dari ekstensi dijajah menjadi suatu bangsa yang merdeka.
Dengan demikian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia merupakan titik puncak daripada perjuangan bangsa Indonesia yang didorong oleh amanat penderitaan rakyat dan dijiwai Pancasila pada taraf tertinggi, yang selama berabad-abad dijajah, telah berhasil melepaskan dirinya dari ikatan belenggu penjajah, sekaligus membangun sesuatu perubahan yaitu perubahan negara Republik Indonesia yang bebas merdeka, untuk mewujudkan suatu masyarakat indonesia yang adi dan makmur berdasarkan Pancasila.
B.Penjelasan Isi Pembukaan UUD 45
Pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan secara padat dan khidmat, terdiri atas empat alenia atau empat bagian, yang setiap alenianya itu mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal karena mengandung nilai-nilai yan dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia; lestari karena ia mampu menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 dan menghargai hasil nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia.
1.Penjelasan Alenia Pertama
Rumusan :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Hak kemerdekaan kemerdekaan yang dimaksudkan dalam alenia ini ialah hak segala bangsa untuk memperoleh kemerdekaan, di mana hak itu adalah sejalan atau sejiwa dengan tuntutan mutlak hati nurani yang dirumuskan dengan sesuai tuntutan perikemanusiaan dan perikeadilan.
2.Penjelasan Alenia Kedua
Rumusan :
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Dengan bekal keyakinan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa merupakan hak kodrat, maka hal itu menjadi dorongan kuat akan adanya perjuangan pergerakan kemerdekaan.
Dan dinyatakan pula kemerdekaan itu bukanny tujuan akhir perjuangan gerakan kemerdekaan nasional kita. Kemerdekaan merupakan pintu gerbang yang membuka jalan menuju negara Indonesia, yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
3.Penjelasan Alenia Ketiga
Rumusan :
“Atas berkat rahmatAllah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekannya”.
Jika kita cermati lagi antara alenia ketiga ini dengan Proklamasi Kemerdekaan, keduanya mengandung isi yang sama yaitu Pernyataan Indonesia Merdeka meskipun dalam kalimat yang berbeda. Oleh karena itu dapat dikatakan antara Pembukaan dan Proklamasi Kemerdekaan mempunyai hubungan yang sangat erat, yaitu : Pembukaan pada hakikatnya merupakan pernyataan kemerekaan yang terperinci, dengan diawali terlebih dahulu adanya alasan-alasan yang mencakup untuk memperkuat timbulnya pernyataan itu, dengan mermuat pokok pikiran tentang adanya cita-cita luhur dan motivasi spiritual serta suatu penyuluhan yang sebagai jiwa dari Prokasi Kemerdekaan untuk menegakkan Negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
4.Penjelasan Alenia Keempat
Rumusan :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemeritahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpa darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa¬¬¬a1 dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosiala2, maka disusunlak Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesiab, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyatc dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatian Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiad”.
Dalam alenia keempat ini inti pokok tertuju pada Pembentukan Pemerintahan Negara. Adapun isi inti pokok itu mengenai empat hal, guna melaksanakan tujuan dan dasar terbentuknya Negara , yaitu :
a)Tentang tujuan Negara yang berhubungan kesatuan bangsa Indonesia.a1 Tentang tujuan Negara yang berhubungan kehidupan sesama bangsa. a2
b)Tentang ketentuan diadaknnya Undang-Undang Dasar.b
c)Tentang bentuk Negara.c
d)Tentang dasar filsafat Negara

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Setelah penjelasan yang panjang lebar dan banyak referensi yang kami ambil kami menyimpulkan bahwa Proklamasi kemerdekaan itu adalah sebagai pemberitahuan kepada kita dan dunia, bahwa status atau ekstensi telah berubah dari ekstensi dijajah menjadi suatu bangsa yang merdeka dan menjadikan Republik Indonesia yang bebas merdeka ini, menjadi suatu masyarakat indonesia yang adi dan makmur berdasarkan Pancasila. Begitu juga dengan pembukaan UUD 45 yang memuat asas atau dasar proklamasi Kemerdekaan yang di daamnya memuat penjelasan yang terperinci tentang cita-cita luhur Proklamasi.
B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Joeniarto S.H., Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990)
Salam Burhanuddin Drs, FilsafatPancasilaisme, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1988)
Ms Bakry Noor, Pancasila Yurdis Kenegaraan, (Yogyakarta: Liberty, 1991)
Setiardja A. Gunawan Prof. Dr., Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta: Kanisius, 1993)

GENERALISASI INDUKTIF DAN FAKTOR PROBABILITAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hidup tempat kita menentukan kebijaksanaan didasarkan atas kemungkinan-kemungkinan. Sedikit sekali hal-hal yang pasti dalam hidup ini. Sesuatu yang kita yakini sebagai benar bila kita analisis secara tepat dengan fakta yang ada akan hanya menunjukkan, tingkatan dalam kemungkinan, yaitu: biasanya, kemungkinan besar, mungkin sekali ataupun hampir pasti.
Generalisasi sebagai teknik yang mula-mula kita bicarakan adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Oleh karena itu hukum yang dihasilkan oleh penalaran ini, juga sama bentuk penalaran induktif tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti, tetapi kebenaran kemungkinan besar (probability). Jadi probabilitas merupakan pernyataan yang berisi ramalan tentang tingkatan keyakinan tentang terjadinya sesuatu di masa yang akan datang.
B.Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan generalisasi induktif ?
2.Apa faktor-faktor probabilitas itu ?
C.Tujuan
1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan generalisasi induktif.
2.Mengetahui faktor-faktor probabilitas.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Generalisasi
Generalisasi dalam ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi merupakan salah satu bagian istidlal yaitu upaya untuk memahami yang belum diketahui melalui yang sudah diketahui. Sedang generalasasi adalah istidlal yang di dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan sunggug-sungguh darinya aqal bisa mengambil kesimpulan umum.
Istidlal istiqro'i adalah penarikan kesimpulan secara induktif, yang dimulai dengan percobaan-percobaan kecil untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan kecil yang diharapkan, setelah percobaan-percobaan berikutnya, akan bermuara kepada penemuan kesimpulan yang sifatnya umum (general).
Adapun generalisasi induktif adalah argumen yang kesimpulannya belum atau tidak tersirat di dalam premis-premisnya; artinya premis-premisnya tidak mengimplikasikan kesimpulannya. Meskipun demikian, premis-premis itu sudah cukup kuat memberikan landasan untuk menerima kesimpulan yang ditarik., hubungan antara premis dan kesimpulan dalam argumen induktif disebut hubungan probabilitas (kemungkinan).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa generalisasi induktif adalah pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya. Contohnya :
oAluminium jika dipanaskan akan memuai
oBesi jika dipanaskan akan memuai
oTembaga jika dipanaskan akan memuai
oNikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.

B. Macam-Macam Generalisasi
(1) Generalisasi sempurna adalah generalisasi di mana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contohnya :
a.Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun masehi kemudian disimpulkan bahwa: Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
b.Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kosma E II tentang kewarganegaraan mereka, kemudian disimpulkan bahwa : Semua mahasiswa kosma E II adalah warga negara Indonesia. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu kewarganegaraan masing-masing mahasiswa, kita selidiki tanpa ada yang ketinggalan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.
(2) Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Contohnya :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.7)
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna. Adapun kemajuan ilmu pengetahuan akan sangat terlambat jika pengetahuan yang kita miliki berdasarkan generalisasi sempurna. Maka dengan itu tugas ilmu (ilmu yang disusun berdasarkan fakta observasi) tidak untuk menyajikan kebenaran mutlak melainkan kebenaran probabilitas.
Jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan pengetahuan.
C. Syarat-Syarat Generalisasi
Hasil penalaran generalisasi indukatif itu sendiri juga disebut generalisasi. Generalisasi dalam arti ini berupa suatu propasisi universal "Seperti semua apel yang keras dan hijau, rasanya asam" semua logam yang dipanasi menuai. Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Generalisasi yang dapat dijadikan dasar untuk pengandaian seperti itulah kondisi yang memenuhi syarat.
D. Faktor Probabilitas
Dalam induksi, tidak ada kesimpulan yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti. Yang ada hanya kesimpulan dengan probabilitas terendah atau tinggi. Maka hasil usaha analisis dan rekontruksi penalaran induksi itu hanya berupa ketentuan mengenai bentuk induksi yang menjamin kesimpulan dengan probabilitas setinggi-tingginya.
Tinggi rendahnya probabilitas kesimpulan itu dipengaruhi oleh sejumlah factor yang disebut factor probabilitas. Untuk mengetahui factor probabilitas, dapat dibandingkan beberapa bentuk generalisasi induksi berikut ini.
1. Apel ini keras, hijau dan rasanya masam. Semua apel yang keras dan hijau rasanya masam.
2. Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masam. Apel 2 keras, hijau, dan rasanya masam. Apel 3 keras, hijau, dan rasanya masam. Semua apel keras dan hijau rasanya masam.
3. Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masam. Apel 2 sampai dengan 15 keras, hijau, dan rasanya masam. Semua apel yang keras dan hijau, rasanya masam.
4. Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam. Apel 2 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam. Apel 3 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam. Semua apel keras dan hijau rasanya masam.
5. Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam. Apel 2 keras, hijau, dari batu, baru saja dipetik, dan masam.. Semua apel keras dan hijau rasanya masam.
6. Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol, dan masam. Apel 2 keras, hijau, besar, rasanya masam. Apel 3 keras, hijau, kecil, rasanya masam. Semua apel keras dan hijau rasanya masam.
Enam generalisasi diatas kesimpulannya sama, yaitu semua apel keras dan hijau rasanya masam. Kesimpulan itu berbeda-beda kredibilitas rasionalnya atau probabilitasnya. Yang menyebabkan perbedaan probabilitas itu adalah factor probabilitas. Soekadjo (1994) berpendapat factor-faktor probabilitas itu adalah sebagai berikut.
1. Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar maka makin tinggi probabilitas kesimpulannya dan sebaliknya.
2. Makin besar jumlah faktor analogi didalam premis makin rendah probabilitas kesimpulannya dan sebaliknya.
3. Makin besar jumlah factor disanalogis didalam premis maka makin tinggi probabilitas kesimpulannya, dan sebaliknya.
4. Semakin luas kesimpulannya maka semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari banyaknya pernyataan tentang generalisasi dan generalisasi induktif kami dapat menyimpulkan, yang dinamakan generalisasi induktif yaitu argumen yang kesimpulannya belum atau tidak tersirat di dalam premis-premisnya Jadi generalisasi induktif itu diambil dari pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya.
Dan mengenai faktor-faktor probabilitasnya terdapat empat kesimpulan, antara lain :
1.Makin besar jumlah fakta, makin tinggi probabilitasnya konklusinya, dan sebaliknya.
2.Makin besar jumlah faktor analogi makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.
3.Makin besar jumlah faktor disanalogi makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.
4.Makin luas konklusinya makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.

B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Nur Al-Ibrahimi, Ulumul Manti.( Surabaya: 2002) Maktab Sa'ad bin Nasir Nabhan.
Baihaqi A.K, Ilmu Mantiq.(Jakarta: Radar Jaya Offset, 2007)
Sidharta B. Arief, Pengantar Logika, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2008)
Drs. H. Mundari, Logika, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2008)
R.G. Soekadjo. Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif,( Jakarta. PT. Gramedia Puataka Utama. 2003)
Surajiyo, dkk, Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: Bumi Angkasa. 2006)

KERANGKA OPERASIONAL DAN POLA AKTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terciptanya Insan kamil. Menurut Muhaimin bahwa insan kamil adalah manusia yang mempunyai wajah Qurani, tercapainya insan yang memiliki dimensi religius, budaya, ilmiah.
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut dalam pendidikan Islam, pendidik yang mempunyai tanggunh jawab mengantarkan manusia kea rah tujuan tersebut. Justru itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilali-nilai pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi : nilai etika, estetika sosial, ekomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan nilai Ilahiyah.
Adapun konsep operasional pendidikan Islam adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai-nilai Islam dalam rangka mengembangkan fitrah dan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik guna mencapai keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, maka dalam pembahasan ini akan dipaparkan lima pusat atau panca pusat pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan kita, yaitu keluarga, perguruan (termasuk madrasah/sekolah dan pesantren), rumah ibadah, masyarakat, dan media massa.
Oleh karena itu, Aktualisasi dalam konteks ini difahami sebagai suatu proses menjadikan konsep-konsep ideal menjadi tindakan nyata, akan lebih jelas sosok kontruksinya bila terpolakan sesuai dengan konsep dasar yang menjadi acuannya.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah bentuk kerangka operasional dalam pendidikan Islam?
2.Bagaimana Aktualisasi Konsep Pendidikan Islam itu sendiri?

C.Tujuan Penulisan
1.Menjelaskan bentuk kerangka operasional dalam pendidikan Islam
2.Menguraikan bentuk aktualisasi konsep pendidikan Islam itu sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
A.Kerangka Operasional dalam Pendidikan Islam
Diskusi mengenai pusat pendidikan pada dasarnya merupakan pembicaraan yang bersangkutan dengan pertanggung jawaban terhadap pendidikan anak. Pada kenyataannya masalah pendidikan memang merupakan masalah yang tidak terselesaikan. Dan begitu pula sebaliknya banyak pula anak-anak merasa tidak atau kurang mendapat pendidikan yang diharapkan dari orang tua mereka (Zakiah Dradjat, 1980: 12)
Sehubungan dengan masalah tersebut, timbul pertanyaan yang menyangkut siapakah yang sebenarnya harus bertanggung jawab yang secara imperative merupakan hal yang wajar atau sebagai keharusan, bukan tanggung jawab yang dipaksakan.
Pada umumnya para ahli pendidikan yang membagi lingkungan pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat. Tapi untuk kondisi dan situasi sekarang, pembatasan tersebut perlu dikaji ulang. Secara lebih luas, Tohari Musnamar mengemukakan lima pusat atau panca pusat pendidikan. Kelima pusat dimaksud, adalah sebagai berikut: keluarga, pergurguruan (termasuk madrasah dan pondok pesantren), rumah ibadah, masyarakat, dan media massa (Tohari Musnamar, 1990: 2-3)
1.Keluarga Sebagai Pusat Pendidikan
Pentingnya pendidikan di dalam keluarga merupakan konsekuensi dari rasa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Dalam Islam anak merupakan amanah Allah yang harus di jaga, dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Kalau dilihat tugas manusia sekedar mempertahankan hidupnya, melainkan juga melanjutkan hidup itu melalui kelahiran generasi. Konsekuensinya adalah pewarisan nilai-nilai luhur sebagai pembentuk pribadi secara terus-menerus dari generasi ke generasi merupakan keharusan.
Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi setiap individu, sifat kepribadian anak akan tumbuh dan terbentuk dalam keluarga. Anak akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga. Keluarga hendaklah menjadi contoh yang baik dalam segala aspek kehidupan anak, kartena anak terutama anak yang berusia di bawah usia umur 6 tahun, belum dapat memahami suatu pengertian, benar-salah dan baik buruk. Anak akan menjadi baik dan benar berdasarkan pengaruh-pengaruhnya sehari-hari dengan orang tua dan saudara-saudaranya.
Didalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan diinsyafi oleh tiap-tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan dalam lingkungan keluarga tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Berdasarkan kenyataan ini sudah barang tentu pengaruh keluarga besar sekali terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Sutari Imam Barnadib, 1980 : 77).
Interaksi antara personal di dalam sebuah keluarga memang bersifat spesifik, emosional (dalam konotasi positif), akrab tidak formal, tidak biokratis, namun penuh harapan. Situasi demikian telah memikat sekaligus mengikat sang anak untuk mengembangkan potensi dan kepribadiannya (Supriyoko, 1990).
Ada delapan variabel aspek sosio psikologis dalam keluarga, (1) aspirasi masa depan sang anak, (2) aspirasi orang tua, (3) perhatian akan kegunaan bahasa, (4) penguatan aspirasi sang anak, (5) kesadaran kemajuan sang anak, (6) dorongan untuk kemajuan sang anak, (7) kebebasan., dan (8) orientasi nilai (Supriyanto, 1990).
Dalam hubungan ini, Tohari Musnamar menyatakan arti pentingnya keluarga sebagai pusat pendidikan sebagai berikut :
1.Keluarga merupakan wadah pertama dan utama anak di ukir kepribadiannya, menemukan “aku”-nya mengenal kata-kata, tata nilai dan norma kehidupan berkomunikasi dengan orang lain dan sebagainya. Kesemuanya di awali dalam keluarga.
2.Dalam keluarga terdapat hubungan emosional yang kuat dan erat antara anggota keluarga, pendidikan bertlangsung sepanjang waktu, dan merupakan peletak pondasi pertama dalam membentuk pribadi anak (Tohari Musnamar, 1990: 5)
Pendapat pakar tersebut diatas menggambarkan betapa besar harapan terhadap pengembangan potensi dan pribadi sang anak. Keharmonisan yang tercipta dalam keluarga meningkatkan intensitaspendidikan keluarga positif, bagi banyak hal terhadap sang anak pengembangan kepribadian, peningkatan prestasi belajar, peningkatan karir dan sebagainya.
2.Perguruan Sebagai Pusat Pendidikan
Yang dimaksud perguruaan sebagai wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntunan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya.
Fungsi pemberian pendidikan, memang bukan sepenuhnya dan memang tidak mungkian diserahkan sepenuhnya kepada lembaga perguruan. Sebab pengalaman belajar, pada dasarnya bias diperoleh sepanjang hidup manusia, kapanpun dan dimanapun, termasuk juga dilingkungan keluarga dan masyarakat itu sendiri.
Mengenai arti pentingnya perguruan sebagai pusat pendidikan secara garis besar adalah sebagai berikut :
a.Perguruan merupakan wadah pertama anak melatih sosialisasi diri secara formal, diperkenalkan dengan peraturan-peraturan, tata pergaulan, tuntutan dan tantangan belajar yang harus dijawabnya.
b.Pada perguruan terdapat guru yang telah memperoleh pendidikan dan latihan professional dalam bidangnya. Profesionalitas guru inilah yang menjadikan perguruan lebih bermakna (Thohari Musnamar, 1990: 6).
Oleh karena itu tidak semua tugas pendidik dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga terutama menyangkut ilmu pengetahuan dan berbagai macam keterampial. Orang tua mengirim anak keperguruan. Dengan demikian, sebenarnya pedidikan di perguruan adalah bagian dari pendidikan dalam keluarga. Disamping itu kehidupan di sekolah merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan hubungan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat.
3.Rumah Ibadah Sebagai Tempat Pendidikan
Berbeda dengan lembaga-lembaga lainnya yang merupakan lembaga pengganti dari orang tua. Adapun arti penting rumah ibadah adalah :
a.Rumah ibadah adalah merupakan wahana pendidikan bagi penyemaian keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Rumah ibadah dengan pengajian, sekolah minggu, dan sebagainya memberikan pengalaman kongkrit dalam hal hidup keagamaan. Dengan demikian rumah ibadah berfungsi melengkapi dan menyempurnakan pendidikan agama yang ditentukan di perguruan.
c.Kyai, ustadz, pendeta dan sebagainya pada umumnya merupakan pribadi yang dapat dijadikan contoh teladan bagi hidup yang shaleh dan berpribadi mulia (Thohari Musnamar, 1990: 7).
Peran rumah ibadah, dapat disebutkan sebagai berikut :
1.Memperkokoh keyakinan hidup agar anak memiliki iman yang kuat dan pegangan hidup yang mantap.
2.Menanam akhlak/budi pekerti yang luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran agamanya.
3.Mempertajam pandangan tentang tata nilai, sehingga anak dapat mengadakan seleksi dan evaluasi diri terhadap hal-hal yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang halal dan yang haram.
4.Memberi pengalaman berorganisasi, bertindak sosial dan sebagainya.
5.Menanamkan toleransi kerukunan hidup beragama (Tohari Musnamar, 1990:7).
Rumah-rumah ibadah sebagai pusat pendidikan Islam dalam hal ini dapat disebutkan yaitu masjid-masjid, mushallah-mushallah dan sebagainya, disini tidak hanya dilihat sebagai pusat ibadah tetapi dari segi fungsinya. Karena itu masjid dan mushallah senagai lembaga pendidikan Islam mengandung implikasi-implikasi. Pertama, mendidik anak untuk tetap dan istiqomah dalam beribadah kepada Allah. Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan, menanamkan rasa solidaritas social serta menyadarkan terhadap hal-hal dan kewajibannya sebagai insane pribadi, social, warga Negara dan beragama. Ketiga, memberiukan rasa ketentraman, kekuatan dan kemampuan potensi-potensi rohani melalui pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme dan mengadakan penelitian.

4.Masyarakat Sebagai Pusat Pendidikan
Di luar keluarga anak memperoleh kesempatan berinteraksi social secara lebih luas dalam masyarakat. Bermacam-macam nilai dan prilaku masyarakat akan terserap baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut At-Taumy, masyarakat itu sendiri merupkan suatu factor yang pokok mmpengaruhi pendidikan, di samping ia merupakan arena tempat berkisarnya pendidikan (M. At-Taumy As-Syaibani, 1979: 164).
Mengenai arti penting masyarakat sebagai pusat pendidikan dapat disebutkan sebagai berikut :
a.Masyarakat memikul amanat yang sama pentingnya dengan unsure-unsur lain dalam hal mencerdaskan bangsa dan menyiapkan generasi yang lebih maju.
b.Masyarakat merupakan ajang kehidupan kekal anak yang akan berkecimpung di dalamnya berkarya, bergaul, bekerjasama, bersaing, berkreasi dan berproduksi.
c.Kehidupan bermasyarakat memiliki pola nilai dan norma yang harus di pahami oleh anak, agar ia tidak canggung dan dapat sukses di dalamnya (Thohari Musnamar, 1990: 8).
Ada dua kebutuhan pokok yang sangat diharapkan oleh pendidikan dalam masyarakat. Pertama, situasi sosiokultural yang mendukung proses internalisasi nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang bersangkutan. Pendidikan dalam arti proses internalisasi nilai dalam masyarakat ini bersifat informal, tetapi cukup intens karena terjadi melalui interaksi sosial yang cukup panjang, terus menerus dan bersifat alami. Kedua, wahana perluasan wawasan hidup, penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai keteramplan untu meningkatkan kualitas hidup manusia. Wahana ini sangat di perlukan mengingat keterbatasan orang tua dalam tiga aspek tersebut, disamping terus meningkatnya tuntutan zaman akibat terjadinya perkembangan dan perubahan yang terus menerus (Achmadi, 1992: 95).
Secara ringkas Tohari Musnamar memberi rincian tentang peran masyarakat sebagai pusat pendidikan:
a.Memberikan fasilitas dan bekal yang cukup kepada anak agar mereka dapat belajar dengan baik, dapat mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.
b.Memberikan perlindungan pada anak yang memerlukannya, seperti anak cacat, anak yatim piatu, anak korban bencana alam dan anak yang hidup dalam standar kemiskinan.
c.Secara kongkrit masyarakat perlu menyelenggarakan wadah yang bermanfaat bagi perkembangannya anak seperti, gerakan pemuda, kursus-kursus, forum diskusi, perpustakaan rakyat, lembaga pengembangan bakat dan minat dan biro konsultasi. “Masyarakat” yang sehat adalah masyarakat yang memperhatikan dan memperjuangkan generasi penerusnya (Tohari Musnamar, 1990: 8).
Dengan demikian, pada mereka terdapat tugas keikutsertaan membimbing perkumpulan dan perkembangan anak. Ini berarti pemimpin dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan pada hakikatnya merupakan tanggung-jawab moral dari orang dewasa, baik secara individu maupun sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung tanggung jawab pendidikan, yaitu warisan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi demi tegaknya syiar Islam di atas bumi.
5.Media Masa Sebagai Pusat Pendidikan
Yang disebut komunikasi melalui media masa adalah proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung arti yang dioperkan melalui saluran-saluran yang dikenal sebagai pres, television dan radio (Astrid, 1977: 3).
Saat ini pemanfaatan media massa dalam proses komunikasi dan penyimpanan pesan dipandang sangat efektif sehingga dapat dikatakan bahwa barang siapa mampu menguasai media massa, maka ia akan mudah menciptakan opini dalam masyarakat.
Apabila dikaitkan dengan pendidikan anak dan pembentukan pribadinya, media massa mempunyai pengaruh. Pengaruh-pengaruh media massa, disamping yang bersifat positif ada juga yang bersifat negatif. Sekarang hampir disetiap keluarg mempunyai radio, televisi, koran, buku dan sejak kecil anak-anak sudah akrab denga media tersebut. Melalui media ini mereka menerima informasi yang tidak ada dalam diri mereka. Dengan demikian, media massa bekerja sebagai pendidik, pembentuk pengembangan kemampuan dan keterampilan anak-anak memperluas lingkungan dan memberi bentik-bentuk baru dari pengalaman.
Dalam hubungan ini, media massa memiliki peran antara lain :
a.Mencanangkan/memuat hal-hal yang mengandung nilai-nilai edukatif serta dapat mengacu anak-anak meraih sukses dalam belajar.
b.Menghindarkan diri dari tayangan/pemuatan hal-hal yang membawa dampak negatif bagi perkembangan jiwa anak seperti, gambar yang mengarah pornografis, motivasi tindak kriminal dan tindak kekerasan.
c.Bersama-sama dengan pusat pendidikan yang lain menyelengarakan program edukatif seperti, penelitian, seminar, pameran dan wisata ilmiah (Thohari Musnamar, 1990: 9).
Peranan positif dari media massa sebagai media pendidikan tidak akan terealisir tanpa dukungan dari semua pihak, adanya good will dan commetment moral untuk saling mengingatkan demi kepentingan dan kebaikan bersama. Melihat betapa strategis dan efektifnya peran media massa, maka secara ideal edukatif ia harus mampu menyajikan informasi yang layak dan mendidik.

B.Aktualisasi Konsep Pendidikan Islam
Sebagaimana dikembangkan sebelumnya, bahwa konsep pendidikan Islam, pada umumnya mengacu pada dua pengertian, masing-masing :
1.Pendidikan tentang islam, artinya, lebih memandang islam sebagai subject matter dalam pendidikan.
2.Pendidikan menurut islam, artinya, lebih menempatkan Islam sebagai sebuah prespektif dalam pendidikan.
Jika diamati, konsep pendidikan islam sekarang ternyata sering di pahami menurut pengertiannya yang pertama, sehingga konsep pendidikan islam lebih berorientasi pada masalah materi dan metode, yaitu masalah apa yang harus di berikan dan bagaimana cara memberikannya. Namun, demikian penjabarannya dari konsep itupun belum jelas sehinnga dalam penerapannya bervariasi sekali. Sekurang-kurangnya terdapat tiga sebab yang menyebabkan terjadinya kekaburan dalam penjabaran konsep ini. Pertama, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep pendidikan. Kedua, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep islam, dan ketiga, adanya keragaman dalam system pendidikan yang dilaksanakan.
Adapun perbincangan mengenai polarisasi kontruksi dalam rangka aktualisasi pendidikan islam itu ditekankan pada dimensi yang pertama, yaitu mengenai isi, ide-ide, kerja dan eksperimen. Sementara dimensi lain ditampilkan sebagai sub ordinatnya. Sehubungan dengan itu, paling tidak ada empat pola aktualisasi yang di pandangnya mendesak untuk di tampilkan dalam kajian ini. Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada keempatnya, banyak disebabkan karena perbedaan persepsi terhadap konsep dasar yang di pengaruhi oleh kondisi serta tingkat pemahaman terhadapnya, sehingga membentuk konstruksi tertentu dalam pola aktualisasinya tersebut.
1.Pola Tematik
Sesuai dengan namanya, pola pendekatannya dalam pengembangan konstruksi melalui pola ini di lakukan dengan jalan memilih tema atau topic tertentu yang hendak di carikan penjelasaannya menurut Al-Qur’an, kemudian dikumpulkannyalah semua nash-nash wahyu (Al-Qur’an dan Hadits) yang berhubungan dengan topic yang dipilih. Maka dicarilah kaitan antar berbagai ayat agar satu sama lain bersifat saling menjelaskan, baru akhirnya ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling terkait itu.
Pola tematik, yang ditransfer dari peristilahan tafsir maudlu’I ini menurut Al-Farmawi, yang mengembangkan pola ini pertama kali secara sistematis dalam buku ini al-Bidayah Fii Tafsir Al-Maudlu’I (1977:61-61), dan dalam kajiannya pola seperti ini melalui proses sistematika sebagai berikut:
a.Mencari maudlu’I / judul / tema Al-Quran yang hendak dibahas / topic.
b.Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan judul / tema / topic tersebut.
c.Menerbitkan urutan ayat-ayat tersebut sesuai dengan tertib turunnya, makkiyah dan madaniyah, sesuai dengan riwayat sebab-sebab turunnya.
d.Menjelaskan munasabah (persesuaian) antara ayat yang satu dengan yang lain dan antara surat yang satu dengan surat yang lain.
e.Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits-hadits nabi, riwayat sahabat dan lain- lain, sehingga semakin terang dan semakin gamblang.
f.Berusaha menyempurnakan pembahasan judul / topic tersebut dengan dibagi dalam beberapa bagian yang berhubungan satu dengan yang lain.
g.Mempelajari ayat-ayat yang satu judul/ topic itu secara sektoral, dengan menyesuaikan antara yang umum dengan yang khusus, yang mutlak dengan yang muqayyad, yang global dengan yang terperinci dan memadukan ayat-ayat yang kelihatannya bertentangan satu sama lain serta menentukan yang nasakh dan yang mansukh, sehingga mencakup semua nash-nash mengenai satu judul/ topik.
2.Pola Justifikasi.
Pola ini pada dasarnya merupakan salah satu pemecahan yang diajukan guna mengatasi masalah dualism pengetahuan, yang popular disebut sebagai ilmu-ilmu sekuler dari barat dengan ilmu-ilmu islam yang di konsepsikan secara menarik untuk pertama kali oleh ismail raji Al-faruqi (1982) dan dikenal sebagai islamisasi ilmu pengetahuan dengan perpaduan seprti itu, maka pengetahuan islam akan dapat dijelaskan dalam gaya sekuler, maksudnya pengetahuan islam akan menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang secara langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, sementara pengetahuan modern (sekuler) akan bisa kita bawa dan masukan dalam kerangka system islam.
Tujuan-tujuan dari rencana kerja islamisasi pengetahuan yang telah kita bicarakan ini adalah sebagai berikut:
a)Pengetahuan disiplin ilmu pengetahuan modern.
b)Penguasaan khazanah islam.
c)Penentuan relevansi islam bagi masing-masing bidang ilmu modern.
d)Pancasila sintesa kreatif antara hazanah islam dengan ilmu modern.
e)Pengarahan aliran pemikiran islam kejalan-jalan mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.
Untuk merealisir tujuan-tujuan ini sejumlah langkah harus diambil menurut urutan logis yang menentukan prioritas-prioritas masing-masing langkah tersebut :
1.Penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris.
2.Survey disiplin ilmu berdasarkan kategori-kategori tadi serta menyusun laporannya.
3.Penguasaan warisan islam yang menyangkut wawasan antologik untuk menemukan sampai seberapa jauh warisan islam menyentuh dan membahas ilmu modern.
4.Pengusaan warisan ilmiah islam tahap analisis.
5.Penetapan relevansi islam yang khusus terhadap disiplin ilmu.
6.Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern dengan tingkat perkembangannya masa kini.
3.Pola Rekonstruksi.
Pendidikan islam sebagai kajian kependidikan (islam) dalam ilmu social menampilkan pola rekonstruksi yang oleh Noeng Muhadjir disebutnya sebagai model “postulasi”, yakni model pengembangan konstruksi yang bertolak dari sejumlah asumsi dasar, postulat, aksioma, atau teoritisasi yang berangkat dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, dari aksioma tersebut kemudian dibangun bangunan teoritik ilmu pendidikan.
Rekonstruksi pertama, banyak tergantung kepada pemegang otoritas akademik perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekonstruksi kedua, lebih banyak tergantung kepada pemegang otoritas kelembagaan perguruan tinggi yang bersangkutan, sedang rekonstruksi ketiga, memerlukan evolusi panjang berpuluh tahun, yang peningkatan kualitasnya merupakan pengaruhnya timbal balik dengan keberhasilan rekonstruksinya kedua dan pertama (Noeng Muhadjir, 1989: X-XI)
Dari ketiga pola pengembangan kontruksi dalam rangka aktualisasi pendidikan islam yang ditampilkan ini, kita pengkaji dan pemerhati pendidikanm islam bisa mengaca diri, melalui pola yang manakah kita dapat turut berikhtiyar dalam rangka mengaktualisi pendidikan islam di bumi nusantara ini.

BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dalam pendidikan Islam kita harus memperhatikan lima hal yang amat penting dalam mengembangkan pendidikan, antara lain : Pertama, pendidikan dalam keluarga. Kedua, perguruan sebagai pust pendidik. Ketiga, pendidikan dalam rumah ibadah. Keempat, pendidikan dalam masyarakat. Kelima, media massa sebagai pusat pendidikan.Dan aktualisasi pendidikan Islam yang mengacu pada pendidikan tentang Islam dan pendidikan menurut Islam.

B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
AthiyyahAl Abrasyi, Prof. Dr. Muhammad, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)
Dradjat, Dr. Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008)
Ramayulis, Hakikat Peserta Didik dalam Pendidikan Islam, Makalah, STAIN Batusangkar, 2000, hal 7
Soebahar, MA, Drs. H. Abd Halim, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia)

ASBAB AL NUZUL DAN FAEDAHNYA DALAM PENAFSIRAN AL QUR’AN

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang teran dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT dan risalah-Nya.
Sebagian besar Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasullulah telah menyaksikan banyak sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. kemudian mereka bertanya kepadaRasullulah untuk mengetahui hukum islam mengenai hal itu. Maka Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu.
B.Rumusan masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Asbab al nuzul ?
2.Apa faedah Asbab al nuzul dalam penafsiran Qur’an ?
C.Tujuan
1.Mengetahui definisi Asbab al nuzul.
2.Mengetahui faedah Asbab al nuzul dalam penafsiran Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbab al-Nuzul
Asbab adalah bentuk plural (jama’) dari kata sabab yang dalam bahasa indonesia bisa diartikan: sebab, alasan , motif, latar belakang dan lain-lain. Jadi asbab al-nuzul adalah sebab-sebab turun, alasan-alasan turun, motif atau latar belakang turunnya ayat al Qur’an.
Ada dua hal yang menyebabkan turunnya suatu ayat al Qur’an. Yang pertama, bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat al Qur’an mengenai peristiwa itu. Hal itu seperti diriwayatkan dari Ibn Abbas, yang mengatakan:
“Ketika turun: Dan peringatkanlah kerabat-kerabatmu yang terdekat, Nabi pergi dan naik kebukit Shafa, lalu berseru: Wahai kaumku! Maka mereka berkumpul di dekat Nabi. Ia berkata lagi: Bagaimana pendapatmu bila aku beritahukan kepadamu bahwa di balik gunung itu ada sepasukan berkuda yang hendak menyerangmu; percayakah kamu apa yan ku katakan? Mereka menjawab: Kami belum pernah melihat engkau berdusta. Dan Nabi melanjutkan: Aku memperingatkan kamu tentang siksa yang pedih. Ketika itu Abu Lahab berkata: celakalah engkau; apa engkau mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini lalu Ia berdiri. Maka turunlah surah ini. Celakalah kedua tangan Abu Lahab. ”
Yang kedua, bila Rasullulah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat Qur’an menerangkan hukumnya. Hal itu seperti Khaulah binti Sa’labah dikenakan Zihar oleh suaminya, Aus bin Samit. Lalu ia datang kepada Rasullulah mengadukan hal itu. Aisyah berkata: “Maha suci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Sa’labah itu, sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadukan suaminya pada Rasullulah. Katanya: Rasullulah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku mengandung karenanya, sekarang, aku menjadi tua dan tidak beranak lagi, ia menjatuhkan zihar kepadaku! Ya Allah susungguhnya aku mengadu kepadaMu. Aisyah berkata: tiba-tiba jibril datang membawa ayat-ayat ini: Sesungguhnya Allah telah mendengar perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Samit. ”
Tetapi hal ini tidak berarti setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat, karena tidak setiap ayat Qur’an diturunkan karena timbul suatu peristiwa atau karena suatu pertanyaan. Oleh sebab itu asbab al nuzul didefinisikan sebagai sesuatu hal yang karenanya al Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.

B.Faedah Asbab al-Nuzul dalam penafsiran Qur’an
Pengetauan mengenai asbab al nuzul mempunyai banyak faedah, yang terpenting diantarnya :
1.Untuk mengetahui hikmah diundangkannya dan perhatian syara’ terhadap kepentingan dak kebutuhan umum dalam menghadapi segala peristiwa, karena sayang kepada umatnya.
2.Membantu seseorang dalam memahami suatu ayat, sekaligus dapat menghilangkan kesulitan dalam ayat.
3.Dapat memberikan pemahaman dengan tepat, bahwa hukum yang dibawa oleh ayat Al Qur’an adalah khusus untuk memberikan penyelesaian terhadap peristiwa atau pertanyaan yang menjad sebab nuzul al-nuzulnya ayat itu.
4.Dapat diketahui dengan tepat sasaran hukum yang dibawa oleh ayat-ayat yang diturunkan, sehingga tidak akan keliru dalam menetapkan suatu hukum.
5.Dapat membantu mempermudah pemahaman dan penghafalan ayat serta membantu meletakkan ayat-ayat yang bersangkutan berada di dalam hati orang-orang yang mendengarkannya bila ayat itu dibacakannya.
6.Mengkhususkan (membatasi) hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi. Bila hukum itu dinyatakan dalam bentuk umum. Sebagai contoh dapt dikemukakn dalam firman Allah :
“Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang orang yang gembira dengan apa yag telah mereka kerjakan dan mereka suka untuk dipuji dengan perbuatan yang belum mereka kerjakan; janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa; dan bagi mereka siksa yang pedih.”
Ayat tesebut dianggap Marwan sebagai ancaman atau peringatan keras terhadap kaum mu’min. Ia lalu berkata kepada pengawalnya: “Hai Rafi’, pergilah menemui Ibn Abbas dan katakan kepadanya kalau setia orang bergembira dengan apa yan telah ia capai dan ia ingin dipuji atas sesuatu yang dilakukannya, akan terkena hukum adzab.
Dalam tanggapannya Ibn Abbas mengatakan: Kenapa kalian mempunyai pengertian seperti itu ?, yang dimaksudayat tersebut ialah: bahwasannya Rasullulah pernah memanggil orang Yahudi, kemudian beliau bertanya kepada mereka mengenai sesutu. Mereka merahasiakan jawaban yang sebenarnya dan mereka merasa gembira dengan menyembunyikan yang sebenarnya.
7.Apabila lafal yang diturunkan itu lafal yang umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka pengetahuan mengenai asbab al nuzul membatasi pengkususnnya itu hanya terdapat yang selan bentuk sebab. Contoh yan demikian digambarkan dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya orang yang menuduh (berzina) perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu dan beriman, mereka kena laknat di Dunia dan Akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar, pada hari(ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas`mereka mengenai apa yang telah mereka kerjakan dulu. Pada hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut yang semestinya,dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya)”.
Ayat ini turun berkenaan dengan Aisyah secar khusus, sebagaimana yan dinyatakan dalam surat an-nursesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik yang lenga lagi beriman”. Tidaklah mencakup dengan pengkhususan ini – orang yang menuduh Aisyah atau istri Nabi yang lain. Karena yan terakhir ini tidak ada tobatnya, mengingat masuknya sebab(yakni, orang menuduh Aisyah atau istri Nabi) kedalam cakupan makna lafal yan umu itu bersifat qat’i (pasti).
8. Megetahui sebab nuzul adalah cara terbaik untuk memahami makna Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa megetahui sebab nuzulnya.
9.Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkan dalam firman Allah:
“Dan orang yang berkata kepada kedua ibu-bapaknya: ‘Cis bagi kamu berdua, apakah kamu berdua memperingatkan aku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sunguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? Lalu kedua ibu-bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya berkata, Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar, lalu ia berkata ini tidak lain hanyalah dongen orang-orang dahulu belaka”.
Riwayat Yusuf bin mahik, menyebutkan: Marwan barada di Hijaz. Ia telah diangkat menjadi gubernur oleh Muawiyah ibn Abu Sufyan, lalu berpidatolah ia. Dalam pdatonya itu ia menyebutkan nama yazid bin Muawiyah agar dibaiat sesudah ayahnya. Ketika itu Abdurrahmanbin Abu Bakar mengatakan sesuatu. Lalu kata Marwan: “Tangkaplah dia”. Kemudian Abdurrahman masuk ke rumah Aisyah sehingga ia tidak dapat menangkapnya. Kata Marwan: itulah orang yang menjadi kasus sehingga Allah menurunkan ayat ini.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Setelah penjelasan yang panjang lebar kami dapat menyimpulkan bahwa Asbab al Nuzul adalah sebagai sesuatu hal yang karenanya al Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. Sedangkan faedahnya dalam penafsiran al Qur’an ialah kita bisa mempermudah pemahaman tentang ayat Qur’an yang turun.
B.Saran
Kami menyadari akan kekurangan yang kami miliki dan dengan itulah kami akan menerima semua masukan dari para pembaca yang budiman guna untuk menyempurnakan isi dari maklah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Usman Dr. M.Ag, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Khalil al Qattan Mana’, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Penerjemahan Mudzakir Drs., (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,1996)
Usman Dr. M.Ag, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009)
As-Shalih Subhi Dr., Membahas Ilmu-Ilmu Al Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996)

PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya persaingan hidup yang sangat kompetitif dapat membawa manusia mudah stres, frustasi. Akibatnya menambah jumlah masyarakat yang sakit jiwa. Pola hidup materialisme dan hedonisme kini kian digemari dan pada saat mereka tidak lagi mampu menghadapi persoalan hidupnya, mereka cenderung ambil jalan pintas seperti bunuh diri. Semua masalah ini akarnya adalah karena jiwa manusia itu telah terpecah belah. Mereka perlu diintegrasikan kembali melalui ajaran akhlak tasawuf.
Masyarakat modern dewasa ini mempunyai banyak problematika dari segi ekonomi, teknologi, sosial dan budaya. Dengan banyaknya problematika ini masyarakat modern dituntut untuk tetap exist dalam kehidupan sehari-hari, disinilah peran akhlak tasawuf dalam kehidupan spiritual manusia yang mempengaruhi kehidupan non spiritual mereka. Selengkapnya akan kita bahas lebih lanjut dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan masyarakat modern ?
2. Apa problematika masyarakat modern ?
3. Bagaimana peran akhlak tasawuf dalam spiritual manusia ?


C. Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi masyarakat modern.
2. Dapat menjelaskan problematika masyarakat modern.
3. Dapat menjelaskan peran akhlak tasawuf dalam kehidupan spiritual manusia.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Masyarakat Modern
Masyarakat modern terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Dalam kamus umum bahasa Indonesia masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu). Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dengan demikian masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Ciri-ciri masyarakat modern, yaitu :
1. Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, dari pada pendapat emosi. Sebelum meakukan pekerjaan selalu dipertimbangkan terlebih dahulu untuk ruginya, dan pekerjaan tersebut secara logika dipandang menguntungkan.
2. Berpikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat, tetapi selalu dilihat dampak sosialnya secara lebih jauh.
3. Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
4. Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran, masukan, baik berupa kritik, gagasan dan perbaikan dari manapun datangnya.
5. Berpikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaannya bagi masyarakat.
Masyarakat terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Masyarakat pertanian.
Masyarakat pertanian ini mendasarkan ekonominya pada tanah atau sumber alam. Mereka yang memiliki sawah, ladang, kebun, ternak dan lainnya di pedesaan dianggap sebagai orang yang kaya raya. Teknologi yang mereka gunakan adalah teknologi kecil seperti pompa penyemprot hama, racun tikus, dan sebagainya. Informasi yang mereka gunakan adalah media tradisional, dari mulut kemulut, bersifat lokal, dan informasi berpusat pada salah seorang yang dianggap tokoh. Dari segi lingkungan sosial mereka menganut sistem keluarga batih, keluarga yang didasarkan pada ikatan darah dan keturunan serta menetap pada satu lokasi tertentu, dan bertempat disuatu wilayah ynag tidak berpindah-pindah. Dari segi kejiwaan mereka selalu komitmen dengan lingkungan dan suasana masa lalu, banyak menggunakan kekuatan yang bersifat irrasional, seperti penanganan masalah dengan cara pergi kedukun, ahli nujum, orang yang dianggap sakti dan sebagainya.
2. Masyarakat industri
Masyarakat industri ini berbeda dengan masyarakat pertanian. Modal dasar usaha masyarakat ini bukan lagi tanah, tetapi peralatan produksi, mesin-mesin pengolah bahan mentah menjadi barang atau makanan yang siap dikonsumsi, teknologi yang mereka gunakan adalah teknologi tinggi yang hemat tenaga kerja, berskala besar dan bekerja secara efektif dan efisien. Informasi yang mereka gunakan bukan lagi secara dari mulut kemulut atau lisan, tetapi sudah menggunakan media cetak atau tulisan yang dapat disimpan oleh siapa saja. Informasi sudah mulai tersebar dan tidak hanya terkonsentrasi pada seorang saja sebagaimana terlihat pada masyarakat pertanian. Informasi yang mereka gunakan juga bersifat rasional dan terus berkembangan, yakni tidak hanya beredar dilingkungannya saja tetapi juga pada lingkungan yang lebih besar dan luas jangkauannya. Keluarga yang mereka anut adalah keluarga inti, yakni orang tua, suami istri, dan anak, keluarga yang hanya mengandalkan pada peran dan fungsi sosial ekonominya saja, dan tidak lagi menganut sistem keluarga besar sebagaimana terlihat pada masyarakat golongan pertama. Secara psikologis atau kejiwaan manusia pada era industri ini yang diperlukan adalah manusia yang cerdas, berilmu pengetahuan, menguasai teknologi, berpikir untuk hidup secara makmur dalam bidang materi, dan memandang bahwa segala sesuatu hanya terjadi jika mengikuti hukum alam.
3. Masyarakat informasi
Dalam masyarakat informasi ini ada yang menyebut abad elektronik, informasi atau pasca industri. Ramalan tentang era informasi sebagian bersifat pasti, sebagian lagi bersifat spekulasi. Dari segi teknologi,ekonomi, dan informasi lebih bersifat pasti. Yang paling menentukan dalam masyarakat informasi adalah orang-orang yang paling banyak mamiliki informasi.
Pada masyarakat informasi dalam bidang teknologi, mereka menggunakan teknologi elektronika. Pada era ini, lewat komunikasi satelit dan komputer orang memasuki lingkungan informasi dunia. Sementera itu, media massa yang semula satu arah, berubah menjadi media interaktif.
Hal yang demikian itu, pada akhirnya berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup survive (bertahan) hanyalah mereka yang berorientasi ke depan yang bijak (yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan).

B. Problematika Masyarakat Modern
Dalam kaitan ini, terdapat tiga keadaan dalam mensikapi revolusi industri, yaitu kelompok yang optimis, pesimis dan pertengahan antara keduanya. Bagi kelompok yang optimis kehadiran revolusi teknologi justru menguntungkan. Pada lingkungan-lingkungan yang terpelajar, yaitu di dalam jurnal penelitian dan buku-buku akademis, disebutkan bahwa revolusi informasi akan menyebabkan timbulnya desentralisasi.
Sementara itu bagi kelompok yang pesimis memandang kemajuan di bidang teknologi akan memberikan dampak yang negatif, karena hanya memberikan peluang dan kesempatan kepada orang-orang yang dapat bersaing saja.
Teknologi juga akan berbahaya jika berada di tangan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan-tujuan yang mengkhawatirkan. Dan juga akan membuka peluang bagi orang untuk lebih meningkatkan aktivitas jahatnya dalam bentuk yang lebih canggih.
Kemajuan dalam bidang teknologi akan memberi pengaruh sebagai berikut:
a. Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni dari satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tapi pada sisi lain dapat mengurangi.
b. Nilai-nilai manusia yang tradisional.
c. Semua kemajuan teknologi lebih banyak menimbulkan masalah dari pada pemecahannya.
d. Efek negatif teknologi tidak dapat dipisahkan dari efek positifnya.
e. Semua penemuan teknologi mempunyai efek yang tidak terduga.
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut:
1. Desintegrasi Ilmu Pengetahuan
Kehidupan modern ditandai dengan adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki caranya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Keadaan berbagai ilmu pengetahuan yang saling bertolak belakang antara satu disiplin ilmu atau filsafat dan lainnya terdapat kerenggangan, bahkan tidak tahu-menahu. Hal ini, merupakan pangkal terjadinya kekeringan spiritual, akibat pintu masuknya tersumbat. Dengan menyempitnya pintu masuk bagi persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia modern semakin berada pada garis tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacu pada sumber ilahi.
2. Kepribadian yang Terpecah
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual, maka manusia menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan manusia modern diatur menurut rumus ilmu yang excaxt dan kering. Akibatnya, hilang proses kekayaan rohaniyah, karena dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu positif dan ilmu sosial.
Jika proses keilmuan yang berkembang itu tibak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut, semua kekuatan yang lebih tinggi untuk mempertinggi derajat kehidupan manusia menjadi hilang, sehingga bukan hanya kehidupan kita yang mengalami kemerosota, tetapi juga kecerdasan dan moral.
3. Penyalahgunaan Iptek
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka iptek telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatifnya. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan penjajahan suatu bangsa atau bangsa lain. Kemampuan di bidang rekayasa genetika diarahkan untuk tujuan jual-beli manusia. Kecanggihan di bidang teknologi komunikasi dan lainnya telah digunakan untuk menggalang kekuatan yang menghancurkan moral umat.
4. Pendangkalan Iman
Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya. Mereka tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang dibawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5. Pola Hubungan Materialistik
Pola hubungan satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu dan lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian pula penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diiukur oleh sejauh mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya, menempatkan pertimbangan material di atas pertimbangan akal sehat, hati nurani, kemanusiaan dan imannya.
6. Menghalalkan Segala Cara
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalnya iman dan pola hidup materialistik, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Jika hal ini terjadi maka terjadilah kerusakan akhlak dalam segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial, dan lain sebagainya.
7. Stres dan Frustasi
Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus menyerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Mereka terus bekerja dan bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Apalagi jika usaha dan proyeknya gagal, maka dengan mudah kehilangan pegangan, karena memang tidak lagi memiliki pegangan yang kokoh yang berasal dari Tuhan. Akibatnya jika terkena problem yang tidak dapat dipecahkan, maka akan stres dan frustasi yang jika hal ini terus-menerus berlanjut akan menjadi gila.
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan
Terdapat sejumlah orang yang terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk menuruti hawa nafsunya. Namun pada suatu saat sudah tua renta, fisiknya sudah tidak berdaya. Tenaganya sudah tidak mendukung, dan berbagai kegiatan sudah tidak dapat dilakukan. Fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak berguna lagi, karena fisik dan mentalnya sudak tidak memerlukan lagi. Manusia yang seperti ini merasa kehilangan harga diri dan masa depannya.

C. Peran Akhlak Tasawuf Dalam Masyarakat Modern
Akibat dari terlalu mengagungkan rasio, manusia modern mudah dihinggapi penyakit kehampaan spiritual. Kemajuan yang pesat dalam lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat rasionalisme abad 18 dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai-nilai transenden, satu kebutuhan vital yang hanya bisa digali dari sumber wahyu ilahi.
Akibatnya, manusia modern yang telah menciptakan ilusi memandang dunia ini sebagai realitas kehidupan yang sebenarnya. Karena itu, manusia modern memahami hidup di dunia ini merupakan suatu kehidupan yang final, setelah itu tidak ada lagi. Sementara manusia tradisional berpandangan sebaliknya, justru kehidupan dunia ini bersifat sementara dan itu ada kehidupan lain yang merupakan kehidupan sesungguhnya.
Alternative yang diberikan terhadap krisis modern di atas, tampaknya mempunyai signifikasi yang kuat terhadap realitas kejiwaan manusia modern sekarang. Manusia modern membutuhkan agama untuk mengobati krisis yang dideritanya, agar manusia Barat modern kembali kepada agama yang salah satu fungsinya memang untuk membimbing jalan hidup manusia agar lebih baik dan selamat, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Setelah melihat uraian pemikiran pembaharuan tentang tasawuf secara ke dalam di atas, bagaimana sekarang tasawuf dapat memberi sumbangan alternative terhadap kebutuhan spiritual manusia modern? terhadap pernyataan ini menunjukkan bahwa hampir seluruh ajaran Islam tentang hal-hal yang bersifat metafisis dan gnostis (ma’rifah) murni, terutama yang terdapat dalam bidang tasawuf, dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhan intelektual dewasa ini. Dan dalam bidang tasawuf tersebut kehadiran dimensi spiritual tampak dan hal itu kemudian dapat memadamkan kehausan manusia dalam mencari Tuhan.
Ajaran tasawuf mempunyai tempat bagi masyarakat Barat modern karena mereka mulai merasakan kekeringan batin dan kini upaya pemenuhannya kian mendesak.
Tasawuf perlu disosialisasikan pada mereka, setidaknya ada tiga tujuan utama. Pertama, turut serta berbagi peran dalam penyelamatan kemanusiaan dari kondisi kebingungan sebagai akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. Kedua, memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek Islam, baik terhadap masyarakat Islam yang mulai melupakan maupun non-Islam. Khususnya terhadap manusia Barat modern. Ketiga, untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek Islam, yakni tasawuf, adalah jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak lagi berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam. Dalam hal ini “tariqah” atau “jalan rohani” yang biasa dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi ke dalam dan “kerahasiaan” dalam Islam, sebagaimana syari’at berakar pada Qur’an dan Sunnah. Ia menjadi jiwa risalat Islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme keagamaan dalam Islam.
Kesulitan mencapai titik pusat ini, karena manusia modern hidup terlalu mengandalkan kekuatan nalar dan bergelimang dengan melimpahnya materi, sehingga ‘mata hatinya’-nya telah tertutup.
Dalam konteks ini secara psikologis, tasawuf amat berjasa bagi penyembuhan gangguan jiwa sebagaimana yang banyak diderita oleh masyarakat pasca-industri. Hal ini karena yang paling tinggi sajalah yang dapat memahami yang paling rendah : aspek spiritual sajalah yang mengetahui masalah psikis dan menghalangikan kegelapan-kegelapan jiwa.
Adapun mengenai tasawuf dapat mempengaruhi Barat pada tiga tataran : Pertama, ada kemungkingan memperaktekkan tasawuf secara aktif. Kedua, tasawuf mungkin sekali mempengaruhi Barat dengan cara menyajikan Islam dalam bentuk yang lebih menarik, sehingga orang dapat menemukan praktek-praktek tasawuf yang benar. Ketiga, dengan memfungsikan tasawuf sebagai alat bantu untuk mengingatkan dan membangunkan orang Barat dari tidurnya.
D. Tasawuf dan Integrasi Kehidupan
Yang dicari manusia dalam kehidupan ini ialah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Tapi bagaimana kedua macam kebahagiaan itu dapat dicapai tanpa harus mematikan yang satu untuk mendapatkan yang lain tapi dapat dicapai secara selaras dan secara bersama, dalam menghadapi kenyataan ini. Manusia terbagi menjadi tiga: (1) sebagai manusia mengorbankan kehidupan duniawinya mengejar kehidupan ukhrawi; (2) sebagian yang lain hanya mengejar kehidupan duniawi dengan mengorbankan kehidupan ukhrawi; dan (3) kelompok yang mampu mendapatkan kedua-duanya.
Sesungguhnya keseluruhan kehidupan sufisme atau cara-cara spiritual adalah untuk membebaskan manusia dari penjara berbagai masalah, untuk menyembuhkan mereka dari kemunafikan dan menjadikan dirinya sebagai manusia yang utuh karena dengan menjadi manusia yang utuh sajalah manusia dapat diliputi oleh kesucian. Manusia bersaksi atas adanya Tuhan yang satu tetapi sebenarnya ia masih hidup dan bertingkah laku seperti layaknya adanya Tuhan. Dengan demikian mereka menderita suatu dosa dari kemusyrikan.
Praktek tasawuf yang benar tidak bisa dipisahkan dari kerangka obyektif wahyu atau ajaran agama yang menjadi sumbernya. Karena itu, orang tidak bisa memperaktekkan agama Budha atau agama lainnya. Misalnya, dalam konteks syari’ah atau sebaliknya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemikiran tradisional dalam persoalah tasawuf, sebagai berikut :
1. Tasawuf dapat dipraktekkan hanya dalam kerangka syari’ah.
2. Seorang penganut tasawuf modern tidak harus lari dari kehidupan duniawi, tapi justru harus terlibat aktif dalam masyarakat.



















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masyarakat modern adalah : masyarakat yang artinya : himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu. Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutakhir. Dengan demikian masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
2. Terdapat problematika masyarakat modern diantaranya : yang pertama dari segi ilmu pengetahuan, dalam masyarakat modern ilmu pengetahuan mempunyai spesialisasi tersendiri, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacu pada sumber ilahi. Yang kedua adalah kepribadian mereka terpecah Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual. Yang ketiga adalah Penyalahgunaan Iptek, yang keempat adalah Pendangkalan Iman Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan, yang kelima Pola Hubungan Materialistik adalah , yang keenam adalah menghalalkan segala cara, yang ketujuh adalah sters dan frustasi, yang terakhir adalah kehilangan harga diri dan masa depan.
3. Ajaran tasawuf mempunyai tempat bagi masyarakat Barat modern karena mereka mulai merasakan kekeringan batin dan kini upaya pemenuhannya kian mendesak. Tasawuf amat berjasa bagi penyembuhan gangguan jiwa sebagaimana yang banyak diderita oleh masyarakat pasca-industri. Hal ini karena yang paling tinggi sajalah yang dapat memahami yang paling rendah : aspek spiritual sajalah yang mengetahui masalah psikis dan menghalangikan kegelapan-kegelapan jiwa.
4. Sesungguhnya keseluruhan kehidupan sufisme atau cara-cara spiritual adalah untuk membebaskan manusia dari penjara berbagai masalah. Seorang penganut tasawuf modern tidak harus lari dari kehidupan duniawi, tapi justru harus terlibat aktif dalam masyarakat.



























DAFTAR PUSTAKA
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai pustaka, 1991), Cet. XII.
Deliar, Noer, Pembangunan di Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1987)
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf (Jakarta :Rajawali press, 2006)
Komaruddin Hidayat, Upaya Pembebasan Manusia, (Jakarta: Grafiti Pers, 1987), cet.II.
Drs. H. A. Musthofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2005 ) Dr. Rosihan Anwar, M. Ag, Akhlak Tasawuf, (Bandung :CV Pustaka Setia, 2009)
Copyright 2011
Hayyan Ahmad

Powered by
Free Blogger Templates
SELAMAT DATANG DI HAYYAN-AHMAD.BLOGSPOT.COM | DAPATKAN UPDATE MAKALAH TERBARUKU DAN CATATAN HIDUPKU | UNTUK KENYAMANAN MEMBACA GUNAKAN SELALU INTERNET ACESS 3Mbps | APA BILA INGIN MENG-COPY INFORMASI/ARTIKEL DI BLOG INI | JANGAN LUPA TINGGALKAN JUGA COMMENT ANDA | HATUR NUWUN eh salah MATUR NUWON | ASSALAMUALAIKUM